Direktur the Center for Gender Studies (CGS): Islam Tidak Bias Gender

tft-aila

Gerakan Feminis dan wacana Kesetaraan Gender hingga kini masih bergulir, bahkan sudah merambah pada ranah agama, seperti masalah waris dan perkawinan, bahkan Direktur CGS, Dr. Dinar Dewi Kania menerangkan, oleh feminis radikal, hubungan suami istri dalam pasangan heteroseksual kerap kali disebut sebagai pemaksaan. Hal ini sangat jelas karena konsep feminisme berangkat dari kebencian perempuan Barat terhadap laki-laki karena penindasan yang mereka alami selama berabad abad. Namun alih alih menawarkan solusi, gerakan ini justru semakin ekstrim dan tidak konsisten. 

“Coba tunjukkan pandangan-pandangan dari feminisme yang tidak mengacu kepada kebencian kepada laki-laki. Karena ada konsep patriarki, itu yang mereka serang. Feminisme saat ini adalah Man Hating movement. Semua laki–laki dianggap pemerkosa (menurut feminis radikal, red), sehingga hubungan suami istri heteroseksual disebut penindasan”, terangnya saat mengisi Training for Trainers di Sekretariat AQL (Ar-Rahman Qur’anic Learning Center), Senin, 27/01/2014.

Di media sosial, ungkap Dinar, masih gencar-gencarnya gerakan feminis radikal bernama FEMEN yang berasal dari Ukraina dan kini bermarkas di Paris.

“Mereka amat provokatif, salah satu caranya dengan naked war. Tampil telanjang ke depan tokoh-tokoh, seperti ke Vladimir putin, Erdogan dan lainnya. Musuh mereka adalah Patriarki, religion, Sex industry”, ungkapnya.

Padahal Islam itu menyelaraskan antara organ dan pikiran sebagai perempuan dan ia tidak bias gender, seperti Kristen yang dalam bible dikatakan kejahatan laki-laki lebih baik daripada perempuan.

“Banyak ketidakkonsistenan feminisme karena mereka berdasar pada sesuatu yang rapuh, bukan berdasarkan agama. Kesetaraan dalam islam itu selalu dikaitkan dengan ilmu dan ketakwaan, bukan dengan jenis kelamin. Justru Islam itu tidak bias gender. Islam itu punya konsep keadilan. Adil itu tidak harus setara”, jelasnya.

Sehingga, kata Ibu dua anak ini, kajian perempuan harusnya difokuskan dengan menggali khasanah keilmuan klasik, bagaimana dulu perempuan Islam itu bisa berjaya tanpa menyalahi kodratnya.

“Tapi sayang, yang terjadi saat ini justru Islam diukur melalui kacamata feminisme dan bukan sebaliknya. Inilah yang kita  coba kritisi.”, tandasnya.

Kritik Konsep Kebebasan dalam Paradigma Sexual Consent

Oleh : Jumarni* Beberapa media diramaikan dengan pro kontra terkait kebijakan dari Nadiem Makarim selaku...

Childfree dalam Pandangan Syara’

Oleh: Kholili Hasib* Childfree adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada seseorang yang memilih untuk...

Kesetaraan Gender dan Studi Islam (Bag.2)

Oleh: Ahmad Kholili Hasib* Secara akademik, studi Islam berbasis gender dilakukan melalui metode feminis, di...

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Previous article
Next article