Sumayyah Binti Khabath ra., Wanita Pertama yang Menyatakan Keislamannya Secara Terbuka dan Mati Syahid

Kisah ini diawali dengan kedatangan Yasir, ayah ‘Ammar, dari Yaman bersama dua saudaranya, Al-Harits dan Malik, ke kota Makkah untuk mencari saudara mereka yang menghilang dalam beberapa tahun terakhir. Sejak itu, mereka terus mencari ke berbagai pelosok negeri hingga sampai di kota Makkah. Tapi, di kota ini pun mereka tidak menemukannya. Karena itu, Al-Harits dan Malik memutuskan pulangg ke Yaman, sedangkan Yasir tetap tinggal di Makkah, karena merasakan suasana bahagia dan gairah yang aneh, sehingga dia memilih tetap tinggal di Makkah. Yasir tidak tahu bahwa dengan keputusannya itu, dia telah masuk gerbang sejarah baru yang terang benderang.

Ada tradisi yang berlaku di masyarakat Arab, apabila orang asing ingin tinggal di suatu negeri, maka ia harus mengikat perjanjian dengan salah seorang tokoh terkenal di kota tersebut untuk melindungi dirinya dari segala bentuk gangguan masyarakat dan dapat hidup dengan tenang dan nyaman di kota tersebut.

Yasir mengikat perjanjian dengan Abu Hudzaifah bil Al-Mughirah Al-Makhzumi. Tokoh terkemuka Makkah ini sangat menyukai Yasir karena sifat-sifatnya yang baik dan tindak-tanduknya yang menyenangkan, serta latar belakang keluarganya yang terhormat. Abu Hudzaifah ingin memperkuat hubungannya dengan Yasir, sehingga dia menikahkan seorang budak perempuannya yang bernama Sumayyah binti Khabath ra.

Saat itu, Sumayyah sama sekali bukan orang terkenal di Makkah karena kegiatan-kegiatan yang digelutinya tidak lebih dari melayani tuannya, Abu Hudzaifah bin Al-Mughirah.

Dari pernikahannya dengan Sumayyah binti Khabath, Yasir dikaruniai seorang putra yang penuh berkah bernama ‘Ammar bin Yasir. Semoga Allah meridhai buah hati dan penyejuk mata mereka. Kebahagiaan mereka semakin sempurna, ketika Abu Hudzaifah memutuskan untuk membebaskan ‘Ammar dari statusnya sebagai budak. Tidak lama kemudian, Abu Hudzaifah meninggal dunia.

Saat ‘Ammar pulang ke rumahnya dengan langkah yang cepat untuk merangkul tangan kedua orang tuanya. Setibanya ‘Ammar  ra. mengucapkan salam kepada kedua orang tuanya dan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an. Tidak perlu menunggu lama, hati-hati yang bersih dan suci itu langsung terbuka dan sangat senang mendengar firman Allah swt. Yasir dan Sumayyah radhiyallahu’anhum merasakan keberadaan cahaya yang menyinari seluruh penjuru jagat raya, sehingga saat itu juga keduanya mengucapkan bersama-sama, “Aku bersaksi tidak ada tuhan yang pantas disembah kecuali Allah dan aku besaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah”.

Tidak lama kemudian, berita keislaman keluarga Yasir tersebar dan sampai di telingan bani Makhzum. Mereka marah besar dengan kejadian itu sehingga langsung mendatangi keluarga Yasir dan menyiksa mereka dengan begitu keras.

Ketika terik matahari memuncak, mereka menyeret keluarga Yasir ke tengah lapang yang panas dan menyuruh mereka memakai baju besi. Mereka tidak diberi minum dan tetap dibiarkan terpanggang oleh sinar matahari. Mereka menerima penyiksaan yang bermacam-macam dari Bani Makhzum. Kala mereka benar-benar telah kepayahan, mereka dibawa pulang ke rumah kemudian disiksa kembali pada hari berikutnya.

Kondisi ini juga dialami oleh setiap orang yang menyatakan keislamannya secara terbuka, tapi beratnya siksaan yang mereka terima berbeda-beda. Sementara mereka hanya bisa bersabar dan menyerahkan segalanya kepada Allah swt., karena mereka yakin bahwa barang dagangan Allah (surga) sangat mahal. Mereka harus mengorbankan jiwa dan segala yang dimilikinya untuk dapat hidup di taman-taman suraga dan meraih keridhaan Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Wanita Pertama yang Menyatakan Keislamannya Secara Terbuka

Sumayyah ra. adalah orang yang pertama yang menyatakan keislamannya secara terbuka dan menerima penyiksaan dengan tabah demi tetap bertahan di jalan Allah ‘Azza wa Jalla. Dia berada di garis depan wanita-wanita mukmin yang tulus dan segera menerima Islam, sehingga meraih kehormatan sebagai orang-orang pertama yang masuk Islam dan mendapat kabar gembira yakni masuk surga.

Ibnu Abdul Barr rahimahullah menyanjung Sumayyah dan menyebut kesabaran dan ketegarannya. Ia menyatakan, “Sumayyah termasuk golongan para sahabat yang mengalami penyiksaan di jalan Allah dan sabar terhadap penderitaan yang menimpanya. Dia termasuk wanita yang berbai’at, baik dan mulia. Semoga Allah mengasihinya”.

Abdullah menuturkan, “Ada tujuh orang yang pertama-tama menyatakan keislamannya secara terbuka, Rasulullah saw., Abu Bakar, ‘Ammar, Ibu ‘Ammar (Sumayyah), Shuhaib, Bilal dan Miqdad. Rasulullah saw. dilindungi oleh Allah sawt. melalui pamannya, dan Abu Bakar ra. dilindungi oleh Allah swt. melalui kaumnya, sedangkan lima orang lainnya eisiksa oleh orang-orang musyrik. Orang-orang musyrik memaksa mereka memakai baju besi lalu membiarkan tubuh mereka terpanggang oleh sinar matahari. Mereka semua tidak berdaya sehingga mengikuti apa yang diinginkan oleh orang-orang musyrik itu, kecuali Bilal. Dia merasa siksaan itu masih terlalu ringan, selama menjalaninya karena Allah. Dia tidak menghiraukan siksaan yang dilakukan oleh kaumnya, sehingga mereka menyerahkan Bilal kepada anak-anak yang menyeretnya di sepanjang jalan kota Makkah. Sementara Bilal terus mengucapkan, “Ahad… Ahad… (Allah yang maha Esa)”.

Orang-orang terus menyiksa Sumayyah, suaminya Yasir dan putranya ‘Ammar (semoga Allah meridhai mereka bertiga). Tapi, mereka menerimanya dengan tabah dan tegar karena yakin bahwa siksaan itu diterima karena mereka bertahan di jalan Allah swt.

Pada suatu hari, Rasulullah saw. lewat dan melihat mereka sedang disiksa. Beliau bersabda, “Berbahagialah, wahai keluarga ‘Ammar, karena sesungguhnya kalian telah dijanjikan masuka surga”. Semilir angin surge telah menerpa hati mereka hingga menyejukkan bara penyiksaan yang sedang mereka rasakan.

Saat itulah, mereka mlai merasa lebih tenang dan nyaman daripada rasa payah karena siksaan yang mereka terima. Mereka menikmati penyiksaan karena bertahan di jalan Allah swt. dan terus merindukan kenikmatan surga sepanjang siang dan malam.

Muslimah Pertama yang Mati Syahid

Abu jahal merupakan orang yang berperan besar dalam menggalang orang-orang Quraisy untuk menyiksa kaum muslimin yang lemah itu. Jika dia mendengar seseorang yang cukup terpandang dan kuat telah masuk Islam, maka dia akan mengecam dan menghinanya. Dia berkata, “Engkau telah meninggalkan agama orang tuamu sendiri padahal itu lebih baik darimu. Kami akan menghinamu, memandang sebelah mata pendapatmu, dan menjatuhkan kehormatanmu”. Namun. Jika yang masuk islam tersebut seorang pedagang, maka Abu Jahal akan berkata padanya, “Kami akan mempersempit peluang dagangmu dan menghancurkan kejayaanmu”. Sedangkan jika yang masuk Islam adalah orang lemah atau miskin, maka dia langsung memukulinya dan menggalang orang-orang Quraisy untuk memusuhinya. Semoga Allah melaknat dan merendahkannya.

Sementara Sumayyah ra., sahabat Rasulullah saw. yang agung, tetap tegar dalam menerima siksaan yang tidak pernah berhenti. Ia sabar terhadap intimidasi yang dilakukan oleh Abu Jahal layaknya seorang pejuang yang gagah berani dan menolak mengubah keyakinan barunya. Tekad Sumayyah tidak pernah surut dan iman yang telah mengangkatnya kepada derajat wanita-wanita agung dan sabar tidak pernah melemah.

Penderitaan mulai berubah menjadi anugerah Allah, setelah Rasulullah saw. menyampaikan kabar gembira bahwa Sumayyah dan keluarganya akan meraih kenikmatan surga. Saat itulah, Ummu ‘Ammar, Sumayyah ra., berdiri tegak untuk menorehkan catatan paling bersejarah dengan darahnya, yakni menjadi orang pertama yang meraih syahaadah (mati syahid) dalam sejarah Islam. peristiwa ini terjadi ketika Abu Jahal – semoga Allah membalas kejahatannya dengan balasan yang setimpal – menyiksanya lalu menghujamkan tombak pendek pada tempat kehormatannya hingga meregang nyawa.

Mujahid menyatakan, “Wanita pertama yang gugur sebagai syahid pada fase awal perkembangan Islam adalah Ummu ‘Ammar, Sumayyah. Abu Jahal menusuk qubul (kemaluannya) dengan tombak pendek”.

Peristiwa pembunuhan Sumayyah ra. ini terjadi pada tahun 7 Hijriah. Sumayyah merupakan contoh Muslimah yang bisa dijadikan teladan dalam hal kesabaran, pengorbanan dan ketabahan. Semoga Allah meridhai Sumayyah ra. dan menjadikannya ridha, serta menjadikan surga Firdaus sebagai tempat persinggahan terakhirnya.

Sumber : 35 Sirah Shahabiyah, Mahmud Al-Mishri (terjemahan Asep Sobari, Lc.)

Kritik Konsep Kebebasan dalam Paradigma Sexual Consent

Oleh : Jumarni* Beberapa media diramaikan dengan pro kontra terkait kebijakan dari Nadiem Makarim selaku...

Childfree dalam Pandangan Syara’

Oleh: Kholili Hasib* Childfree adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada seseorang yang memilih untuk...

Kesetaraan Gender dan Studi Islam (Bag.2)

Oleh: Ahmad Kholili Hasib* Secara akademik, studi Islam berbasis gender dilakukan melalui metode feminis, di...

- A word from our sponsor -

7 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.