Henri Shalahuddin : “Serasi Tidak Harus Setara”

ThisisGender.Com-Hari Sabtu pagi (19/05) INSISTS Jakarta mengadakan bedah buku “Indahnya Keserasian Gender dalam Islam”. Henry Shalahuddin, penulis buku, menguraikan perbedaan antara konsep kesetaraan dan keserasian Gender.

Henry, yang juga peneliti INSISTS tidak setuju dengan konsep kesetaraan gender. Yang tepat, menurutnya, adalah keserasian gender.

Para peserta yang hadir dalam bedah buku “Indahnya Keserasian Gender dalam Islam” menyambut dengan antusias agenda yang dilaksanakan di kantor pusat INSISTS, Kalibata, Jakarta itu.

Meski acara bedah buku yang dipandu oleh Muhammad Fauzy ini mayoritas diikuti oleh kaum Adam, namun tampaknya buku ini ditunggu-tunggu para perempuan. Ada salah satu peserta wanita yang datang dari kota Pelajar, Yogyakarta. Ia mengaku, sebenarnya ia menanti-nanti buku yang menjawab kekeliruan kesetaraan gender ini.  Para peserta yang hadir umumnya terdiri mahasiswa dan aktivis dari berbagai universitas di Jakarta dan sekitarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Henri Shalahuddin, penulis buku yang juga kandidat doktor di Akademi Pengkajian Islam, Universiti Malaya ini, memaparkan apa yang dimaksud dengan kata Keserasian yang ada dalam bukunya.

“Serasi tidak harus setara. Sebab keserasian tidak pernah menuntut kesamaan dan persamaan, apalagi penyamaan.Keserasian menggambarkan keharmonisan, kesepadanan, keselarasan dan kesesuaian. Keserasian mengasilkan keterpaduan yang utuh dan hubungan baik yang melahirkan ketentraman lahir batin, jauh dari perasaan iri hati dan ambisi untuk merebut apa yang dimiliki orang lain”, jelasnya.

Ia juga mengungkapkan, rendahnya angka kelahiran di negara-negara Barat seperti Jerman, Belanda dan USA karena para wanita di sana cenderung lebih memilih untuk tidak menikah dan berkeluarga adalah merupakan hasil dari feminism. Padahal, ungkapnya lagi, pemerintahnya menjanjikan subsidi bagi Ibu Hamil hingga melahirkan dan bagi mereka yang bekerja, mereka juga tetap digaji meski tidak masuk kantor karena cuti melahirkan.

Bahkan, saat menyinggung kewajiban antara suami dan istri, ia sampai mengutip pernyataan Khalifah Umar bin Khattab dalam kitab Imam Nawawi al-Bantani yang berjudul Syarh ‘Uqudul Lujjain, bahwa ternyata tugas memasak dan mencuci pakaian itu adalah tugas suami, bukan istri.

Bahkan istri yang menyusui anaknya harus diberi ganti ongkos oleh suami. Ini semata-mata untuk memuliakan kedudukan wanita. Ia juga berpesan kepada audiens laki-laki yang sudah berumah tangga agar bersabar atas sikap dan perilaku istrinya, sebagaimana yang diajarkan dalam kitab Syarh ‘Uqudul Lujjain.

Rep : Nunu Karlina

Red : Sarah Mantovani

Kritik Konsep Kebebasan dalam Paradigma Sexual Consent

Oleh : Jumarni* Beberapa media diramaikan dengan pro kontra terkait kebijakan dari Nadiem Makarim selaku...

Childfree dalam Pandangan Syara’

Oleh: Kholili Hasib* Childfree adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada seseorang yang memilih untuk...

Kesetaraan Gender dan Studi Islam (Bag.2)

Oleh: Ahmad Kholili Hasib* Secara akademik, studi Islam berbasis gender dilakukan melalui metode feminis, di...

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.