Belakangan ini, umat Islam, terutama para aktivis Muslimah dikejutkan kembali dengan fenomena jilboobs (mereka yang berjilbab namun pemakaiannya tidak sesuai syari’at, red). Dampaknya, dari fenomena ini bermunculan akun-akun jilboobs, baik itu twitter maupun facebook, yang berisikan foto-foto selfie mereka yang berjilbab.
Peneliti dari Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia, Suci Susanti, mengaku tidak setuju dengan penggunaan istilah jilboobs, karena menurutnya penggunaan istilah tersebut berasal dari kata jilbab.
“Secara pribadi, saya tidak setuju dengan penggunaan kata jilboob karena asal kata yang digunakan dari kata jilbab. Dimana jilbab memiliki arti mulia jika seorang muslimah memakainya”, akunya kepada hidayatullah.com, Sabtu 09/08/2014.
Untuk selanjutnya, pendiri Gerakan Peduli Remaja yang berdomisili di Bekasi ini akan menggunakan kata jilbab ketat saja.
Begitu pula pengurus Komunitas Muslimah untuk Kajian Islam (KMKI), Rita Hendrawaty Soebagio dan Penyiar Radio Dakta Bekasi, Yola Damayanti. Sama seperti Suci, mereka keberatan dengan penggunaan istilah Jilboobs.
“Fenomena yang sekarang marak terjadi di kalangan muslimah adalah apa yang disebut jilboobs. Walaupun secara pribadi, saya agak keberatan dengan memplesetkan terminologi jilbab. Karena akan menjadi jalan masuk dari pihak-pihak tertentu yang sudah dipenuhi dengan apriori terhadap hukum berjilbab untuk semakin melecehkan syariat mulia ini”, terang ibu tiga anak yang juga mengurus Yayasan Al-Khansa ini.
Sementara Yola beralasan, istilah Jilboobs merupakan pelecehan. Kepada Muslimah yang berjilbab namun belum sepenuhnya menutup aurat, ia berpesan agar mereka dinasehati.
“Ga pantas, pelecehan tuh. Kalau mau diingetin aje bae-bae bukan malah dibully dan dikotak-kotakkin, kalau diomongin baik-baek tentang berbusana syar’i ntar juga malu sendiri”, pungkasnya saat dihubungi hidayatullah.com via whatsapp, Ahad 10/08/2014.