Oleh : Bachtiar Natsir, Lc.
Ketua Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia
Sekjen Majelis Inteletual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI)
Kasih sayang adalah kebutuhan primer setiap manusia karena manusia terlahir dari rongga tubuh bundanya yang bernama Rahim. Rahim secara bahasa bermakna kasih sayang. Allah ta’ala menciptakan manusia berdasarkan kasih dan sayang-Nya sehingga menisbatkan salah satu asma’-Nya yang Agung pada nama rongga dalam perut seorang ibu. Inilah kasih sayang sejati yang Allah anugerahkan kepada manusia. Sebuah kasih sayang suci tanpa noda hawa nafsu.
Kasih sayang sejati merupakan bahasa dan ungkapan universal yang dapat dipahami oleh siapapun dengan bahasa apapun. Bahkan kasih sayang dapat dipahami oleh sesama manusia tanpa harus menggunakan bahasa verbal. Begitu pula dalam hubungan antara manusia dengan hewan. Manusia dapat mengekspresikan dengan mudah kasih sayangnya pada hewan sehingga hewan dapat memahami sentuhan kasih sayang manusia tanpa perlu berkata-kata.
Kasih sayang sejati bersifat positif dan bermoral. Namun sangat disayangkan, makna kasih sayang sejati kini telah ternodai oleh dominasi syahwat sebuah budaya baru yang menyimpang di tengah masyarakat. Budaya baru itu bernama valentine’s day yang semaraknya begitu bergema ketika kita memasuki bulan Februari. Kasih sayang yang bersifat suci tengah dikotori oleh mereka yang tak memahami hakekat kasih sayang menurut fitrah kemanusiaan dan ajaran Islam.
Islam adalah agama Allah yang didasari oleh kasih sayang (din al-rahmah). Islam sebagai din, menetapkan aturan dalam bentuk perintah dan larangan dalam mengekspresikan rasa cinta dan sayang agar seseorang tak terjerumus dalam kegelapan naluri kebinatangan.
Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata, “Rasulullah SAW. bersabda: “Sungguh Kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sampai seandainya mereka masuk ke lubang kadal, niscaya kalian akan masuk pula ke dalamnya. Kami bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah mereka yang dimaksud itu adalah Yahudi dan Nasrani?” Beliau berkata: “Siapa lagi kalau bukan mereka?”. (HR. Bukhari dan Musllim).
Untuk menghindari penyimpangan budaya Islam ke budaya Jahiliyah seperti yang diperingatkan Rasulullah SAW dalam hadits di atas, maka para ulama bersepakat mengharamkan seorang muslim mengikuti budaya Valentine’s Day atau populer disebut hari kasih sayang, berdasarkan teks-teks syariat berikut;
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah SAW. bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia merupakan bagian dari kaum tersebut.” (HR. Abu Daud, Ahmad, Thabrani dan Baihaqi).
Dalam banyak hal, Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk berbeda dan tidak menyerupai budaya non muslim demi menunjukkan identitas ke-islamannya. Bahkan dalam ranah ibadah berlaku pula hal tersebut sebagaimana tersirat dalam hadits tentang puasa Asyura.
Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata, “Ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan umat Islam untuk berpuasa pada hari itu, para sahabat berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya hari itu hari yang diagungkan oleh kaun Yahudi dan Nasrani”. Rasulullah SAW. bersabda: “jika datang tahun depan, insya Allah kita akan berpuasa pada hari kesembilan (9 Muharram)”. Ibnu Abbas berkata, “Belum datang tahun depan, tapi Rasulullah SAW telah wafat.” (HR. Muslim).
Merayakan valentine’s day berarti kita telah tasyabbuh(menyerupai) orang kafir dalam hal aqidah. Hal tersebut merupakan dosa besar yang sangat membahayakan status keimanan dan identitas keislaman seseorang.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa ketika Rasulullah SAW datang di Madinah, penduduk Madinah mempunyai dua hari yang mereka bermain-main pada hari itu. Nabi SAW. lalu bertanya: “Ada apa dengan dua hari itu? Mereka menjawab: “Kami biasanya menjadikan kedua hari itu sebagai hari bermain-main pada masa jahiliyyah”. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT telah mengganti kedua hari itu untuk kalian dengan dua hari yang lebih baik dari keduanya yaitu Iedul fitri dan Iedul Adha. (HR. Ahmad, Abu Daud dan al-Nasa`i).
Dalam hadits tersebut Nabi SAW menetapkan hari raya yang seharusnya dirayakan oleh umat Islam adalah Idul Fitri dan Idul Adha. Bersadarkan hadits itu pula ditetapkan bahwa hari raya dalam Islam masuk dalam kategori ritual ibadah yang tidak boleh dicampur-adukkan dengan ritual dan hari raya kaum non muslim.
Ibnu Taimiyyah dalam bukunya Iqtidha` al-shirath al-mustaqim menjelaskan hari raya merupakan bagian dari syariat, jalan hidup (manhaj) dan ibadah yang disebutkan Allah SWTdalam firman-Nya:
Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. (QS. al-Maidah [5]: 48).
Beliau melanjutkan, “Hal itu sama dengan kiblat, sholat dan puasa. Maka tidak ada perbedaan antara ikut serta dengan mereka dalam hari raya mereka dan ikut serta dengan mereka dalam ibadah-ibadah lain. Menyerupai mereka dalam semua perayaan hari raya itu merupakan bentuk menyerupai mereka dalam kekufuran, dan meyerupai mereka dalam sebagian perayaan itu adalah bentuk menyerupai mereka dalam sebagian cabang kekufuran. Bahkan, hari raya merupakan perkara yang paling jelas membedakan antara agama yang ada dan simbol yang paling nampak bagi suatu agama. Maka mengikuti dan menyerupai orang kafir dalam hari rayanya merupakan bentuk mengikuti dan menyerupai mereka dalam ajaran dan simbol kekufuran mereka yang paling jelas. Dan tidak diragukan lagi bahwa menyerupai mereka dalam hal itu bisa berakhir dalam kekufuran.
Setiap usai perayaan hari valentine berapa banyak kondom berserakan di tempat-tempat keramaian. Manusia seperti telah kehilangan naluri kemanusiaannya dalam mengekspresikan kasih sayang. Penjualan kondom di apotek-apotek dan toko-toko pada hari itu dikabarkan melonjak drastis. Mayoritas pembelinya pun anak-anak dan pemuda yang belum menikah. Betapa meresahkan budaya permisif yang sudah menjangkiti masyarakat kita. Banyak orang tidak lagi merasa risih menyaksikan bencana sosial tahunan ini dan justru ikut serta menyemarakkan perayaan valentine. Para orang tua seolah menutup mata terhadap tingkah laku anak-anaknya dan menganggap berkencan di hari valentine adalah sesuatu yang wajar dan alamiah.
Ketahuilah bahwa orang tua yang mendidik anak-anak perempuannya dalam kebajikan diibaratkan sedang membangun jembatan menuju Surga, dan sebaliknya, para orang tua yang mengabaikan pendidikan akhlak anak perempuannya mereka tengah membangun jalan ke Neraka. Pada hari valentine anak-anak perempuan kitalah yang paling dirugikan. Kalaupun ada sedikit manfaat dari hari kasih sayang itu; misalnya merayakan kasih sayang antara suami dengan istri, ibu dengan anak atau adik dengan kakak; namun kenyataannya, hari valentine telah dipropagandakan sedemikian rupa untuk mendorong dan menyuburkan hubungan syahwat antara sepasang kekasih yang belum berstatus suami istri.
Sudah seharusnya pemerintah prihatin dengan masalah ini dan tidak berdiam diri. Para tokoh agama juga harus bertanggung jawab serta bekerja sama untuk mencari solusi terhadap penyimpangan budaya di tengah masyarakat kita. Begitu pula dengan para pelaku usaha, jangan menutup mata terhadap bencana sosial yang sedang menimpa generasi bangsa ini hanya karena valentine memberi keuntungan bisnis. Dan kepada para orang tua yang masih perduli dengan moralitas bangsa, marilah kita bersama sama mengokohkan sendi-sendi rumah tangga dengan mendidik keluarga kita dengan kasih sayang sejati. Wallahu a’lam bish shawab.
Bodoh – cara perpandang yang sangat sempit!