Di tengah derasnya arus liberalisme dan suntikan paham feminisme, para orangtua memiliki pekerjaan rumah yang tidak sedikit dalam mendidik anak. Nilai-nilai moral dan agama yang tertanamkan dengan baik, membentengi rumah tangga terseret arus tersebut.
“Mau kayak gimanapun goyangannya, tapi kalau nilai-nilai agama dipahami anak-anak, paham feminisme tidak bisa merusak keluarga,”tutur, Doktor Tafsir Al Quran Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, Dr Saiful Bahri, MA dalam Training For Trainers (TFT) Feminisme dan Kesetaraan Gender dalam Perspektif Islam, Senin (23/6), di AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta.
Ia melihat, para feminis dan pejuang gender cenderung memiliki trauma terkait pola asuh keluarga. Keharmonisan keluarga, kata Saiful, cara jitu menangkal wacana feminisme.
Bulan Ramadhan menjadi momen terbaik penguatan komitmen keluarga harmonis.
“Ini saat terbaik memulai proyek-proyek yang bisa saling mengeratkan hubungan diantara anggota kelurga,”paparnya.
Proyek keluarga tersebut seperti membaca Al Quran bersama-sama sesaat sebelum buka puasa. Berbuka puasa dipimpin oleh ayah sebagai kepala keluarga, mendekatkan hubungan orangtua-anak. Selain itu, kepercayaan diri anak meningkat tatkala Ia mengayunkan langkah ke masjid ditemani orangtuanya.
Saiful menambahkan, momen kebersamaan tersebut akan meningkatkan efektifitas penyampaian nilai-nilai agama. Momen-momen tersebut diantaranya saat berbuka puasa, pergi ke masjid untuk shalat tarawih, dan pada waktu sahur.
Ibu bisa mengusulkan proyek pemberian hadiah pada tetangga yang kurang mampu.
“Ayo kita pergi ke keluarga A!Ini sumbangan dari ayah, ini sumbangan dari ibu, dan ini sumbangan dari anak-anak,”ujar Wakil Ketua Komisi Seni Budaya MUI Pusat itu mencontohkan.
Kunjungan ke rumah kerabat bisa mengeratkan hubungan diantara keluarga besar.
Ia mencontohkan, masjid-masjid di Mesir punya kebiasaan mengundang banyak orang berbuka puasa bersama. Masjid juga mengadakan qiyamulail.
“Jika anak selalu diikutkan, dia akan melihat, program keluarganya begitu beragam,”ungkapnya.
Bahkan, kedewasaan anak bisa mulai dilatih dengan membahas topik ceramah khatib sepulang shalat tarawih. Bisa jadi, tambah Saiful, berbagai proyek spiritual tersebut menjadi momen terindah dalam hidup anak.*
Rep: Rias Andriati
Editor: Cholis Akbar