Oleh : Dinar Kania
Berbicara tentang pendidikan bukanlah hal yang mudah karena setiap orang merasa memiliki kepentingan terhadapnya. Masing-masing berhak berbicara meskipun terkadang hal itu justru menambah problem baru ketimbang menawarkan suatu solusi. Kita menyadari bahwa problem pendidikan di Indonesia saat ini seperti tumpukan benang kusut yang sulit diuraikan. Sudah banyak kritik dilontarkan kepada Pemerintah. Berbagai upaya dan terobosan terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Namun jalan itu sepertinya masih panjang dan tiada berujung apabila kita tidak segera melakukan perbaikan secara mendasar yang menyentuh akar permasalahan.
Satu hal yang sering luput dari perhatian kita adalah pentingnya mengevaluasi tujuan dan arah pendidikan di Indonesia. Tujuan pendidikan merupakan masalah sentral dalam filsafat pendidikan. Secara umum tujuan diartikan sebagai perbuatan yang diarahkan kepada suatu maksud yang hendak dicapai melalui upaya atau aktivitas. Tujuan akan mengarahkan tindakan dan perumusan tujuan pendidikan yang benar merupakan inti dari seluruh pemikiran pedagogis dan perenungan filosofis. Oeh karena itu, tanpa merumuskan tujuan dan arah pendidikan yang tepat, maka semua usaha perbaikan hampir pasti akan berakhir dengan kegagalan.
Tujuan pendidikan tidak pernah lepas dari tujuan hidup itu sendiri, sebab pendidikan bertujuan untuk memelihara kehidupan manusia. Pada saat kita merumuskan tujuan pendidikan, kita harus berangkat dari pertanyaan paling mendasar yang ada di setiap benak manusia, yaitu apa tujuan hidup kita ?. Pendidikan pada hakikatnya adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan untuk mentransformasikan berbagai nilai. Disinilah worldview atau pandangan hidup seseorang akan sangat berpengaruh dalam perumusan tujuan dan pelaksanaan aktivitas tersebut. Masing-masing peradaban mendefinisikan tujuan pendidikan sesuai dengan kacamata yang mereka gunakan untuk memandang dunia.
Sebagai contoh, meskipun teori pendidikan Barat membagi tujuan pendidikan menjadi dua pandangan besar mengenai tujuan pendidikan yaitu Society-centered yang melihat pendidikan sebagai kendaran untuk menciptakan warga Negara yang baik, maupun padangan kedua, yaitu child atau person-centered position, yang lebih menekankan kebutuhan, kemampuan dan ketertarikan dari si murid itu sendiri, namun kedua pandangan tersebut tentu saja sama-sama disemangati oleh tujuan hidup masyarakat Barat-Sekuler. Bagi mereka, pendidikan pada hakikatnya bertujuan untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia semata tanpa pernah menghubungkannya dengan kebahagiaan di akhirat karena mereka tidak mengakui status ontologis atau keberadaan realitas non-fisik dalam pandangan hidupnya (worldview).
Sedangkan Islam memiliki worldview yang berbeda dengan Barat-Sekuler. Pendidikan Islam diarahkan untuk membentuk pribadi-pribadi muslim yang sempurna. Sebagaimana diturunkannya Rosulullah saw sebagai sebaik-baiknya manusia, maka tujuan pendidikan Islam harus mampu membentuk individu-individu muslim yang paham hakikat eksistensinya di dunia ini serta tidak melupakan hari akhir dimana dirinya akan kembali. Sejak dahulu, pendidikan Islam selalu menjadikan keberhasilan indvidu dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat sebagai cita-cita dan tujuan pendidikan yang terpenting. Imam al-Ghazali menekankan bahwa pendidikan harus diarahkan kepada realisasi tujuan keagamaan dan akhlak, dengan titik penekanannya pada perolehan keutamaan taqarrub kepada Allah, dan bukan untuk mencari kedudukan yang tinggi atau mendapatkan kemegahan dunia. Sedangkan Ibn Khaldun melihat pendidikan sebagai usaha transformatif potensialitas (attaqah al-quswa) manusia yang bertujuan mengoptimalkan pertumbuhkan dan perkembangannya. Namun beliau juga memandang pentingnya pendidikan diletakkan sebagai bagian integral dari peradaban (al-umran) karena peradaban sendiri adalah isi pendidikan. Ulama-ulama Islam generasi terdahulu telah sepakat, bahwa pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk mengenal Allah swt dan mengetahui hukum-hukum Allah swt yang telah disyariatkan atasnya.
Namun menurut Wan Daud, filsafat pendidikan yang lebih memfokuskan individu ini secara perlahan-lahan berubah bentuk kepada pemenuhan kebutuhan dan minat masyarakat sejak umat Islam dibawah pengaruh pemikiran dan institusi-institusi Barat. Setelah Negara-negara Islam dapat memerdekakan diri dari cengkraman kolonialisme, kebijakan pendidikan tidak langsung terlepas dari pengaruh Barat, namun masih menganut pendekatan yang digunakan Barat. Indonesia, Malaysia, Nigeria, Turki, Mesir, menerapkan pendidikan sekular dengan mengadopsi tujuan pendidikan pendangan society-centered ala Barat. Hanya Pakistan yang berani menyatakan bahwa mereka akan mengabadikan ciri khas ke Islaman mereka, walaupun pada tahap implementasi, tidak ada bedanya antara Pakistan dengan negara-negara Islam lainnya. Hal ini telah banyak menimbulkan permasalahan dalam pendidikan Islam.
Sejatinya, tujuan pendidikan Islam tidak boleh sama dengan tujuan pendidikan Barat. Hal ini disebabkan adanya perbedaan dalam memahami hakikat, peranan dan tujuan hidup manusia di dunia, yang ternyata sangat berkaitan dengan banyaknya pertanyaan mengenai hakikat ilmu dan realitas mutlak. Permasalahan ini merupakan persoalan mendasar yang sedang dihadapai dunia pendidikan Islam dan harus segera dicarikan solusinya. Tujuan yang salah akan menghantarkan pendidikan kita mencapai output yang bertentangan dengan tujuan penciptaan manusia, yaitu menjadi khalifah di bumi sebagaimana tertuang dalam kitab suci Al-Qur’an. Sebaliknya, dengan tujuan pendidikan yang tepat, maka materi, metode atau kurikulum yang digunakan, tentunya akan memiliki corak, isi dan potensialitas yang sesuai dengan cita-cita yang terkandung dalam tujuan tersebut.
Oleh karena itu, hendaknya kita semua menyadari bahwa langkah awal untuk memperbaiki pendidikan di dunia Islam adalah dengan merumuskan kembali tujuan pendidikan sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan sunnah Rosulullah saw serta mengacu kepada tradisi intelektual Islam yang telah membawa kegemilangan dan kesejahteraan kepada umat manusia selama berabad-abad. Jika perubahan pada hal mendasar ini tidak segera dilakukan, maka sebaik apapun fasilitas, teknologi, kurikulum, dan dana yang tersedia untuk pendidikan, tidak akan mampu mencetak manusia-manusia beradab yang mampu menjadi rahmat bagi semesta alam.