Gerakan-gerakan Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) sampai saat ini terus melakukan propaganda dan kampanye. Selain melalui jalur Gay Politics, mereka juga melakukan kampanye pada anak dan remaja melalui budaya, salah satunya ialah komik.
“Mereka telah masuk ke film-film dan komik-komik”, terang Ayub, salah satu peserta Program Kaderisasi Ulama (PKU) Gontor saat mengisi workshop LGBT dalam Perspektif Islam di Sekretariat Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS), Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu (07/03/2015).
Menurut laki-laki yang pernah menjadi Kabid Immawati (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah bagian perempuan) ini, penetrasi ideologi kenormalan LGBT lewat jalur kebudayaan lebih efektif.
“Sama dengan walisongo dahulu berdakwah dengan jalur budaya sebelum politik. Ketika kelompok LGBT sudah dapat legitimasi moral dari masyarakat yang sudah permisif sebab penetrasi kultural tadi, maka langkah politik mereka menjadi mudah”, jelasnya.
Jika dipetakan jalur masuknya, tambah Ayub, maka LGBT masuk melalui, pertama keilmuan termasuk studi Islam, kedua politik, ketiga kebudayaan, dan semuanya didukung penuh dana asing seperti USAID dan UNDP.
Dalih Psikologi
Selain itu, penganjur legalitas LGBT juga menggunakan dalih psikologi untuk melegalkan apa yang mereka lakukan. Ayub mengutip keterangan Peneliti INSISTS yang juga Sekjen Aliansi Cinta Keluarga (AILA), Rita Hendrawaty Soebagio bahwa dulunya di dalam DSM (Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder), homoseksualitas dianggap penyimpangan yang termasuk kedalam gangguan jiwa.
“Akhirnya setelah beberapa kali mendapat kritikan pada tahun 1974 APA (American Psychiatric Association) menghapus homoseksual dari salah satu kelainan jiwa atau kelainan seks.
Perubahan paradigma psikologi dalam melihat homoseksualitas, lanjut alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini, memiliki dampak yang sangat besar dalam diskursus legalitas homoseksual dan LGBT secara umum. Setelah dideklasifikasi oleh APA dari DSM maka LGBT merupakan perilaku yang alamiah dan normal.
Bahkan para aktivis gay seperti kirk dan madsen pun mengakui bhw keberhasilan kelompok lgbt dlm meraih simpati publik amerika tidak bertumpu pada sains melainkan propaganda media, misalnya film, iklan, dll. Ini mereka tulis dlm buku mereka, after the ball.