Belum lama ini para orangtua dikejutkan dengan munculnya komik pengetahuan tentang Pubertas untuk remaja berjudul “WHY? Puberty Pubertas” yang berisikan pelegalan hubungan sesama jenis.
Isi komik yang ternyata diketahui diimpor dari Korea dan diterbitkan oleh Elex Media Komputindo tersebut menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan, antara lain Direktur CGS (the Center for Gender Studies) dan Sekjend AILA (Aliansi Cinta Keluarga) Indonesia.
Direktur CGS, Dr. Dinar Dewi Kania mengungkapkan, buku komik Elex merupakan bukti nyata kampanye Lesbian, Gay, Biseks dan Transgender (LGBT) di dunia, termasuk Indonesia.
“Kita, umat Islam, dianggap paranoid jika kesetaraan gender akan memperjuangkan hak hak LGBT, padahal itu kenyataan dan kita bisa lihat buahnya sekarang sedikit demi sedikit”, tuturnya.
Dinar juga mengungkapkan kekecewaannya pada pihak penerbit komik tersebut. Tim sensor dan editor, tuturnya, seharusnya lebih sensitif.
“Mana mungkin Gramedia tidak tahu bahwa LGBT dilarang dalam Islam. Seharusnya tim sensor dan editor buku perusahaan besar itu lebih sensitif masalah seperti ini. Walaupun akan ditarik tapi sudah terlajur beredar dipasaran. Bukan sekali hal semacam ini terjadi”, ungkapnya.
Tidak hanya itu, Dinar juga memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang untuk kasus ini.
“Solusi jangka pendek ya tarik peredaran buku, masyarakat mengawal jika buku tersebut ternyata masih beredar, dan ormas membuat tekanan kepada pihak pemerintah untuk memberi sanksi tegas kepada para penerbit dan pihak-pihak yang mengkampenyakan paham-paham yang bertentantangan dengan nilai-nilai budaya, agama dan moralitas yang dianut bangsa indonesia seperti LGBT ini
Solusi jangka panjang, papar Dinar, tentunya harus menusuk ke akar permasalahan, membendung liberalisme, feminisme, dan paham kesetaraan gender yang menjadi tunggangan LGBT. Melalui sosialisasi kepada masyarakat, ormas dan semua unsur masyarakat tentang bahaya semua itu dan membuat program-program penguatan keluarga.”, ujar perempuan yang juga menjadi dosen di Universitas Trisakti ini.
Terakhir, Dinar juga mengharapkan agar pemerintah ikut terlibat. Ia mengatakan peran pemerintah tentunya juga sangat besar. Bagaimana kita bisa mengawal pemerintah agar menghasilkan kebijakan-kebijakan yang pro family. Karena feminisme dan kesetaraan gender ini terbukti telah menghancurkan nilai nilai keluarga di Barat.