“Feminisme” telah menghantui para perempuan Muslim. Diam-diam, ia telah membisikkan was-was bahwa ia mengerti betul kebebasan yang dicari oleh para Muslimah – bahwa ia memahami mereka lebih baik daripada Muslimah lain (dan jauh lebih baik daripada Sang Pencipta mereka!). “Feminisme” telah bersumpah, bahkan mengklaim dengan ancaman, bahwa ialah satu-satunya jawaban atas berbagai ketidakadilan terhadap perempuan, dan menolak feminisme berarti sama halnya dengan menolak keadilan sosial, serta menolak kewajiban kita sendiri untuk menegakkan keadilan. Jadi, TERIMALAH IA. Abaikan saja, mohonnya, bahwa di muka umum, ia telah mengutuk hijab kita, mengkriminalisasi nilai-nilai kita, dan bahkan mendiktekan posisi kita – menyerahlah saja pada ratapan para perempuan, lalu TERIMALAH IA. Sebagian Muslimah, dengan wajah mereka basah yang disebabkan oleh berbagai kisah yang diulang-ulang mengenai perempuan teraniaya, telah membuka pintu-pintu mereka dan mempersilahkan masuk atribut yang penuh semangat ini ke dalam rumah-rumah mereka, kehidupan mereka, ke dalam “identitas” mereka, sebagai cara untuk ‘menghormati’ atau membuktikan dukungan mereka terhadap hak-hak perempuan. Mereka menyatakan diri mereka sebagai “Feminis” Muslim.
Salah seorang Muslimah mencoba menjelaskan mengapa ia telah menambahkan imbuhan “Feminis”, sebagai berikut (asalnya ditulis di sini):
“Salafi”: Seorang Salafi (Bahasa Arab: سلفي) adalah seorang Muslim yang menitikberatkan para (tradisi—ed) Salaf (“pendahulu” atau “leluhur”), para Muslim yang paling awal, sebagai contoh atau model kehidupan Islami. (Wikipedia)
Salafi (Definisi Media): Laki-laki Muslim yang memakai jubah menggantung dan memiliki janggut lebat, perempuan Muslim yang memakai hijab/ abaya/ cadar; para Muslim, yang membenci Barat, mengimpikan dominasi global dan Kekhilafahan (TM), dan bersikeras mempraktekkan Islam secara terbuka. *ngeri*
Salafi (Amerika Utara): Segerombolan lelaki dengan jubah menggantung, berjanggut panjang, dan memiliki terlalu banyak waktu di tangan mereka, yang dihabiskan untuk menulis berkas-berkas PDF yang menyatakan bahwa semua orang (kecuali mereka—ed)berlepas diri dari Manhaj.
Feminis: Seorang pembela hak-hak sosial, politik, hukum dan ekonomi para perempuan agar setara dengan hak-hak para pria. (Dictionary.com)
Feminis (Pendapat Umum): Perempuan-perempuan yang pantang bercukur[i], pembenci laki-laki,yang bertekad membuktikan diri mereka lebih superior dari laki-laki dan mengambil alih semua pekerjaan laki-laki.
Feminis (Pendapat Umum Para Muslim): Perempuan-perempuan yang pantang bercukur, pembenci laki-laki, yang akan menghancurkan tatanan alami di dunia dengan mengklaim kesetaraan atas laki-laki.
Feminis / Feminisme Muslim: Sebuah bentuk feminisme yang peduli terhadap peran perempuan dalam Islam. Bertujuan untuk mencapai kesetaraan penuh atas sesama Muslim, tanpa memandang gender, baik di ranah kehidupan pribadi maupun umum. (Wikipedia)
Feminis Muslim (Pendapat Umum Para Muslim): Perempuan-perempuan pembenci laki-laki, pembenci diri sendiri, yang mencoba menggunakan Islam sebagai alasan untuk merobohkan Ummat Muslim dari dalam; mereka yang mencoba untuk menghancurkan tatanan alami dunia ini dengan menyatakan kesetaraan penuh atas laki-laki, atau paling tidak sedikit lebih setara daripada yang lebih dipercayai oleh para Muslim. Atau dengan kata lain, perempuan Muslim yang telah dicuci-otak oleh Barat untuk meyakini bahwa peran sebagai istri dan ibu masih belum cukup baginya, dan sekarang hanya merupakan sebuah alat yang menyedihkan oleh Kehancuran Barat (TM) yang perlu diwaspadai, karena benar-benar tidak ada harapan baginya, terutama ketika ia mulai mencoba menyebutkan ayat dan hadits untuk membenarkan cara pendangnya yang jelas-jelas rusak dan menyimpang.
Feminis Salafi: Seorang yang hanya suka melihat orang lain terkejut-kejut ketika melihat kata ‘Salafi’ dan ‘feminis’ berdampingan, lalu senang mengucapkan hal-hal seperti: “dalam feminisme-salafi kamu telah menggabungkan dua dari gerakan-gerakan paling merusak yang terbesar dalam sejarah modern.” (Kisah nyata).
Oke, aku mungkin sengaja berolok-olok. Akan tetapi memang sulit menahan diri, terutama ketika semua orang ingin menjerumuskanku dan pandangan-pandanganku ke dalam sebuah kotak yang begitu sempit, karena kecuali kalau kamu muat ke dalam sebuah kotak yang telah dibentuk sebelumnya, kamu tidak masuk hitungan! Bagaimanapun, aku seorang perempuan bercadar yang membenci “gambar-gambar Da’wah” yang menyatakan bahwa perempuan, kalaulah tidak seperti lolipop yang terbungkus cantik, maka mereka hanya permen-permen tak terbungkus yang terbuang, dikerubungi oleh lalat. Aku seorang ibu dan istri yang bahagia, dan aku membenci orang-orang yang mencoba memberitahuku bahwa aku seharusnya cukup bahagia dengan peranku sebagai ibu dan istri saja. Aku percaya dengan proses pencarian ilmu, baik Islami maupun yang lainnya (dalam bidang-bidang yang lebih daripada sekadar ginekologi atau pendidikan anak TK), dan sangat ingin sekali mengumpat pada orang-orang mengesalkan yang masih memperdebatkan “pendidikan untuk wanita dalam Islam”. Aku tidak menyetujui percampuran jenis kelamin atau hubungan sebelum nikah, tapi aku tidak akan pernah mengecilkan nilai seorang perempuan lain sebagai seorang manusia berdasarkan sejarah seksualnya atau rumor mengenai reputasinya. Aku marah terhadap ketidakadilan pemerintah-pemerintah Barat, tetapi aku menolak untuk menutup mata terhadap tragedi-tragedi yang dipicu oleh para Muslim antar sesame mereka. Serangan-serangan drone, perang-perang ilegal, dan pendudukan Palestina turut menempati posisi utama setara dengan kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual, dan rasisme dalam komunitas Muslim itu sendiri. Aku percaya bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki kendali atas tindakan dan nafsu mereka, dan bahwa seorang perempuan yang memandang seorang pembicara laki-laki tidak akan lantas membuat nafsunya meluap-luap, atau bahwa tiap pria tidak mampu menahan syahwatnya ketika ia melihat seorang perempuan yang tubuhnya tidak tertutup dari kepala sampai kaki oleh warna hitam. Aku menghargai para ulama Islam dan akan membela mereka dari siapapun yang mencoba untuk mencela mereka, tapi itu tidak berarti aku akan diam saja ketika sebagian kata-kata mereka berbahaya bagi para Muslimah dalam Ummah ini. Aku percaya bahwa homoseksualitas adalah dosa besar, tapi aku juga percaya bahwa syirik itu lebih buruk. Tak ada seorang pun yang patut membolehkan dosa-dosanya menghentikan mereka dari mendekatkan diri pada Allah, Yang Maha Pemurah, Yang Maha Pengampun, Tuhan Yang Maha Esa. Aku menjunjung tinggi bahwa kesopanan dan tindakan menahan diri adalah untuk laki-laki maupun perempuan; bahwa perempuan seharusnya memakai hijab, bahwa laki-laki sepatutnya menundukkan pandangan mereka, dan bahwa kedua pihak turut saling membantu sesama dalam membuat masyarakat mereka semakin bersih dalam berbagai cara. Aku percaya bahwa “laki-laki yang beriman, dan perempuan yang beriman, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain (Qur’an 9:71).”
Cuplikan ini adalah contoh yang pas mengenai seorang “Feminis” Muslim yang sebenarnya bukan seorang Feminis sama sekali. Menarik bahwa ia belum memberikan definisi yang jujur mengenai seorang ‘feminis salafi’ (atau mungkin definisinya jujur, dan sebenarnya ia hanya bermaksud untuk berolok-olok), aku akan mengikuti definisinya yang ringan:
“Feminis: Seorang pembela hak-hak sosial, politik, hukum dan ekonomi para perempuan setara dengan hak-hak para pria.”
Aku benci menjadi pembawa berita buruk, tapi jika kamu memperjuangkan hak-hak bagi perempuan yang setara dengan laki-laki, maka kamu pun harus memperjuangkan kewajiban yang setara pula:
[1] jika kamu memperjuangkan bahwa laki-laki dan perempuan harus menerima warisan yang setara, maka kamu pun harus mengadvokasi bahwa perempuan harus turut mencari nafkah juga.
[2] bila kamu mendukung bahwa laki-laki dan perempuan harus saling melindungi sesama secara fisik, maka kamu tidak berhak keberatan atas seorang pemimpin perempuan, dan kamu turut mengatakan bahwa laki-laki memiliki hak yang sama atas perlindungan fisik seperti halnya wanita, sehingga wanita pun perlu berjaga-jaga, pergi berperang, dan lain-lain, dalam tingkatan yang setara.
[3] jika kamu “percaya bahwa laki-laki dan perempuan masing-masing memiliki kendali atas tindakan dan nafsu mereka”, maka kamu pun perlu mendukung bahwa kesopanan dalam hal hijab dan menundukkan pandangan sama sekali tidak diperlukan oleh masing-masing pihak.
Bila kamu tidak mendukung hal-hal ini, maka kamu tidak sedang menyokong ‘kesetaraan hak’ (atau kewajiban) bagi laki-laki dan perempuan. Kamu hanyalah seorang Muslim yang membela hak-hak Islami bagi laki-laki dan perempuan yang diturunkan oleh Tuhan. Maka dalam kasus ini, aku tidak melihat alasan kenapa perempuan seperti kamu merasa perlu untuk turut memodali istilah feminisme – kecuali kalau hanya untuk mendapatkan perhatian yang dihimpun olehnya.
Para Muslim yang menamakan diri mereka “Feminis” untuk mendukung hak-hak perempuan bisa diibaratkan seperti orang-orang Muslim yang pergi ke bar penuh alkohol untuk minum air.
Pandangan Muslim “Feminis” semacam ini mengingatkankita bahwa seringkali para Muslimah muda dengan salah memimpikan bahwa Feminisme mengandung monopoli atas hak-hak perempuan, dan dengan begitu, dalam rangka mendemonstrasikan sebuah komitmen terhadap hak-hak perempuan, mereka harus mengidentifikasi diri mereka sendiri sebagai “Feminis”. Akan tetapi, karena kategori khusus “Feminis” ini tidak menaati nilai-nilai para Feminis sama sekali, melainkan sebenarnya nilai-nilai Islam, bukankah akan lebih rasional, juga merupakan sebuah panggilan yang lebih tegas terhadap keadilan, untuk menamakan diri mereka “Muslim” saja?
Juni 12, 2014
Sumber: Zara Faris: The Muslim “Feminist” (who isn’t really a “Feminist”)
Penerjemah: Lisana Shidqina
Editor: Rira Nurmaida
[i]Di kalangan masyarakat Amerika berkembang stereotip bahwa para feminis cenderung tidak mencukur rambut di tubuh mereka sebagai aksi protes dan ekspresi pemberdayaan meski beberapa sumber feminis menolak anggapan ini. Seperti ditulis pada www.viralwomen.com