Home Blog Page 11

Nabi yang Penyayang

0

2013-04-The_Best_Person_on_earth_by_vet_elianoor

oleh : Dr. Dinar Dewi Kania (Peneliti INSISTS & CGS)

Sejak dahulu, Barat menggambarkan sosok Nabi Muhammad Muhammad saw sebagai laki-laki yang didominasi oleh ambisi serta hawa nafsu terhadap kekuasaan dan wanita. Ia dituduh menarik orang -orang masuk Islam dengan memotivasi manusia untuk menurutkan nafsu terendah mereka. Potret fiktif Mahound (begitu orang Barat memanggil Nabi Muhammad) dalam buku the Satanic Verses (Ayat-ayat Setan) yang ditulis oleh Salman Rusdie, menurut Karen Amstrong, menyuarakan kembali fantasi-fantasi Barat tersebut. (Sang Nabi, 2001 : 9 – 10). Begitu pula fenomena pelecehahan terhadap Nabi Muhammad saw dalam film dan kartun-kartun yang banyak bermunculan akhir-akhir ini, merupakan propaganda kaum funadamentalis Barat yang ingin mencitrakan Islam sebagai agama ‘penjajah’ perempuan.

Mereka yang tidak mengenal sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw dari sumber yang otoritatif, mungkin membayangkan kehidupan pribadi beliau dipenuhi dengan kenikmatan dan kesenangan badani layaknya raja dan para kaisar. Namun kenyataannya, menurut Muhammad al-Ghazaliy, kehidupan Nabi Muhammad saw bersama para istrinya merupakan kehidupan yang keras dan jauh dari ambisi serta nafsu duniawi. Nabi Muhammad saw adalah seorang yang mengarahkan perhatian seluruh manusia epada idealisme tertinggi dan kepada sesuatu yang berada di sisi Allah swt. (Fiqhus Sirah , tt : 733). Nabi Muhammad bersabda , “Kubangan air surga jauh lebih baik daripada dunia dan seisinya. Berjuang di jalan Allah, di pagi hari atau di malam hari, lebih baik dari pada dunia dan seisinya. (HR Bukhari)

Rosulullah adalah cermin pribadi yang sangat menghargai perempuan dengan adab Islaminya. Mahmud Al –Mishri mengatakan, mustahil untuk mendapatkan teladan suami yang setara sepanjang jaman karena meskipun Nabi Muhammad saw sangat sibuk dengan ibadah dan mengurusi umatnya, namun beliau tetap tampil sebagai suami ideal yang siap membantu istrinya dalam berbagai urusan rumah tangga (35 Sirah Shahabiyah, 2012 : 119). Aisyah ra pernah ditanya tentang apa yang dikerjakan oleh Nabi Muhammad saw di dalam rumah. Ia menjawab, “ Ia membantu pekerjaan istrinya sampai mendengar adzan, beliau baru keluar.” (HR Bukhari). Suatu perilaku yang sangat jarang ditemui dalam diri seorang laki-laki terlebih mereka yang memiliki kekuatan dan kekuasaan.

Selain itu, Nabi Muhammad juga terkenal dengan sifatnya yang lembut dan penyayang. Ia tidak pernah mengafirmasi kekerasan terhadap perempuan. Meskipun ada hadits yang membolehkan suami memukul istri dengan pukulan yang tidak melukai apabila sang istri terbukti melakukan kejahatan, namun Rasullullah selama hidupnya tidak pernah memukul siapapun kecuali dalam perang. Aisyah ra memberikan kesaksiannya, “Nabi Muhammad tidak pernah memukul apa pun dengan tangannya. Beliau tidak pernah memukul istri atau pelayan, kecuali memukul ketika sedang berjihad di jalan Allah. Beliau juga tidak pernah membalas dendam kepada orang yang menyakitinya, kecuali jika aturan Allah dilanggar. Saat itulah beliau membalasnya karena Allah ‘Azza wa Jalla (HR Muslim) .

Ibnu Qayyim al Jauziah juga menegaskan kelembutan pribadi Nabi Muhammad saw. Menurutnya, Nabi Muhammad bahkan tidak pernah membuat sang istri terkejut ketika masuk ke dalam kamar. Beliau masuk sambil mengucapkan salam dengan lembut agar sang istri tahu bahwa yang masuk bukan orang lain. (Zadul Ma’ad , Jilid 2, 1998 : 381 ). Ayat-ayat Al-Qur’an dengan jelas memerintahkan agar kaum laki-laki memperlakukan perempuan dengan cara yang baik. Sehingga apabila terjadi kasus dimana seorang muslim melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istrinya, hal tersebut haruslah dimaknai bahwa laki-laki tersebut berbuat zalim karena lemahnya iman dan kurangnya pemahaman terhadap ajaran Islam. Namun yang terjadi saat ini, ajaran Islam justru dianggap sebagai sumber penindasan terhadap kaum perempuan dan otoritas ulama kemudian dituduh sebagai pihak yang paling bertanggungjawab dalam melanggengkan deskriminasi tersebut. Sayangnya, banyak diantara umat Islam yang terpengaruh propaganda semacam ini dan kemudian alergi terhadap agama dan otoritas agama.

Padahal, banyak sekali hadits dan riwayat yang mengungkapkan kemuliaan akhlak Nabi Muhammad saw dalam kehidupan berumah tangga. Beliau suka berhias (berpenampilan baik) untuk istri-istrinya, mendoakan mereka, menjadi pemimpin dan pembimbing dalam ibadah dan ilmu. Nabi Muhammad saw sangat besar cintanya terhadap anak -anak dan sering bermain-main dengan putri-putrinya maupun cucu-cucunya. Adab Nabi Muhammad saw tersebut merupakan cerminan akhlak qurani . Dalam Islam, suami diberikan hak sebagai pemimpin dalam Rumah Tangga bukan untuk menindas dan mengeksploitasi kaum perempuan, namun untuk menjadikan anak dan istri mereka berada dalam perlindungan dan kasih sayang. Hak tersebut terikat pada sebuah kewajiban yang tidak ringan. Kelak laki-laki harus mempertanggungjawabkan amanah kepemimpinan itu dihadapan Allah swt. Nabi Muhammad saw bersabda, “Bertakwalah kepada Allah pada (penunaian hak-hak) para wanita, karena kalian sesungguhnya telah mengambil mereka dengan amanah Allah dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah”. (HR Muslim)

Bagaimanapun gencarnya propaganda pihak-pihak yang ingin menghancuran Islam dan kredibilitas Nabi Muhammad saw, namun sejarah telah mencatat dengan tinta emas kemuliaan akhlak beliau sebagai sosok teladan sepanjang jaman. Belum pernah ada pemimpin bangsa di dunia ini yang terbukti dengan tulus memberi penghormatan terhadap kaum perempuan sebagaimana Nabi Muhammad saw memuliakan istri, anak perempuan, sahabat dan umat manusia. Pernah tercatat dalam lembar sejarah bagaimana seorang kaisar Romawi bernama Kaisar Konstantin yang memerintah di abad keempat Masehi, mengeksekusi mati istrinya dengan merebusnya hidup-hidup sebagaimana yang dilakukan Firaun di Mesir. Tidak hanya itu, Sang Kaisar juga diduga telah membunuh anak kandungnya sendiri karena perebutan kekuasaan. (Grace Walker , Women Are Defective Males, 2010 : 111). Hal yang sama juga terjadi di belahan dunia Timur. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam tradisi kerajaan di India sebelum abad ke 19, apabila seorang raja meninggal, maka para istri raja tersebut harus turut bersama suaminya dan membunuh diri mereka sendiri.

Oleh karena itu, sudah seharusnya kaum muslim mengambil hikmah dari kisah hidup Nabi Muhammad saw yang luar biasa ini. Mengambil hikmah harus dimulai dengan membaca dan mempelajari perjalanan hidup beliau melalui sumber-sumber yang otoritatif. Hancurnya nilai-nilai keluarga, eksploitasi perempuan dan anak yang terus meningkat, merupakan konsekuensi bagi dunia yang telah meninggalkan ajaran mulia para Rasul Allah. Bagi kaum perempuan, keteladanan Nabi Muhammad saw merupakan bukti bahwa Islam telah menjamin hak-hak perempuan dan anak-anak di dalam keluarga maupun dalam lingkup masyarakat dan negara. Islam telah mengatur hubungan laki-laki dan perempuan sesuai dengan fitrahnya berasaskan keadilan. Keadilan dalam Islam tentunya tidak selalu bermakna ‘setara’ sehingga para muslimah harus kritis terhadap gerakan pembebasan perempuan (Feminisme) yang menuntut kesetaraan di segala bidang dengan kaum pria melalui konsep “kesetaraan gender” yang diusungnya. Pada kenyataannya, gerakan pembebasan perempuan tidak benar-benar memperjuangan hak asasi perempuan namun hanya memperjuangkan kepentingan sekelompok orang yang ingin menjadikan kaum perempuan bebas dari nilai-nilai moral dan agama sebagaimana yang terjadi di dunia Barat.

Sedangkan bagi kaum pria, keteladan Nabi Muhammad saw tersebut dapat menjadi sumber motivasi untuk terus meningkatkan kualitas hubungan pribadinya dengan keluarga di tengah kesibukannya. Dalam Islam, keimanan dan ketakwaan seorang pria tercermin dari perilakunya terhadap sang istri. Nabi Muhammad saw bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik budi pekertinya. Dan orang yang paling baik diantara kalian adalah orang yang paling baik terhadap istrinya.” (HR Tirmidzi). Semoga kita dapat menjadi saksi, bangkitnya kembali sebuah peradaban agung, karena keteguhan dan kesungguhan kaum laki-laki memimpin keluarganya, sebagaimana teladan Sang Nabi.

Sumayyah Binti Khabath ra., Wanita Pertama yang Menyatakan Keislamannya Secara Terbuka dan Mati Syahid

7

Kisah ini diawali dengan kedatangan Yasir, ayah ‘Ammar, dari Yaman bersama dua saudaranya, Al-Harits dan Malik, ke kota Makkah untuk mencari saudara mereka yang menghilang dalam beberapa tahun terakhir. Sejak itu, mereka terus mencari ke berbagai pelosok negeri hingga sampai di kota Makkah. Tapi, di kota ini pun mereka tidak menemukannya. Karena itu, Al-Harits dan Malik memutuskan pulangg ke Yaman, sedangkan Yasir tetap tinggal di Makkah, karena merasakan suasana bahagia dan gairah yang aneh, sehingga dia memilih tetap tinggal di Makkah. Yasir tidak tahu bahwa dengan keputusannya itu, dia telah masuk gerbang sejarah baru yang terang benderang.

Ada tradisi yang berlaku di masyarakat Arab, apabila orang asing ingin tinggal di suatu negeri, maka ia harus mengikat perjanjian dengan salah seorang tokoh terkenal di kota tersebut untuk melindungi dirinya dari segala bentuk gangguan masyarakat dan dapat hidup dengan tenang dan nyaman di kota tersebut.

Yasir mengikat perjanjian dengan Abu Hudzaifah bil Al-Mughirah Al-Makhzumi. Tokoh terkemuka Makkah ini sangat menyukai Yasir karena sifat-sifatnya yang baik dan tindak-tanduknya yang menyenangkan, serta latar belakang keluarganya yang terhormat. Abu Hudzaifah ingin memperkuat hubungannya dengan Yasir, sehingga dia menikahkan seorang budak perempuannya yang bernama Sumayyah binti Khabath ra.

Saat itu, Sumayyah sama sekali bukan orang terkenal di Makkah karena kegiatan-kegiatan yang digelutinya tidak lebih dari melayani tuannya, Abu Hudzaifah bin Al-Mughirah.

Dari pernikahannya dengan Sumayyah binti Khabath, Yasir dikaruniai seorang putra yang penuh berkah bernama ‘Ammar bin Yasir. Semoga Allah meridhai buah hati dan penyejuk mata mereka. Kebahagiaan mereka semakin sempurna, ketika Abu Hudzaifah memutuskan untuk membebaskan ‘Ammar dari statusnya sebagai budak. Tidak lama kemudian, Abu Hudzaifah meninggal dunia.

Saat ‘Ammar pulang ke rumahnya dengan langkah yang cepat untuk merangkul tangan kedua orang tuanya. Setibanya ‘Ammar  ra. mengucapkan salam kepada kedua orang tuanya dan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an. Tidak perlu menunggu lama, hati-hati yang bersih dan suci itu langsung terbuka dan sangat senang mendengar firman Allah swt. Yasir dan Sumayyah radhiyallahu’anhum merasakan keberadaan cahaya yang menyinari seluruh penjuru jagat raya, sehingga saat itu juga keduanya mengucapkan bersama-sama, “Aku bersaksi tidak ada tuhan yang pantas disembah kecuali Allah dan aku besaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah”.

Tidak lama kemudian, berita keislaman keluarga Yasir tersebar dan sampai di telingan bani Makhzum. Mereka marah besar dengan kejadian itu sehingga langsung mendatangi keluarga Yasir dan menyiksa mereka dengan begitu keras.

Ketika terik matahari memuncak, mereka menyeret keluarga Yasir ke tengah lapang yang panas dan menyuruh mereka memakai baju besi. Mereka tidak diberi minum dan tetap dibiarkan terpanggang oleh sinar matahari. Mereka menerima penyiksaan yang bermacam-macam dari Bani Makhzum. Kala mereka benar-benar telah kepayahan, mereka dibawa pulang ke rumah kemudian disiksa kembali pada hari berikutnya.

Kondisi ini juga dialami oleh setiap orang yang menyatakan keislamannya secara terbuka, tapi beratnya siksaan yang mereka terima berbeda-beda. Sementara mereka hanya bisa bersabar dan menyerahkan segalanya kepada Allah swt., karena mereka yakin bahwa barang dagangan Allah (surga) sangat mahal. Mereka harus mengorbankan jiwa dan segala yang dimilikinya untuk dapat hidup di taman-taman suraga dan meraih keridhaan Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Wanita Pertama yang Menyatakan Keislamannya Secara Terbuka

Sumayyah ra. adalah orang yang pertama yang menyatakan keislamannya secara terbuka dan menerima penyiksaan dengan tabah demi tetap bertahan di jalan Allah ‘Azza wa Jalla. Dia berada di garis depan wanita-wanita mukmin yang tulus dan segera menerima Islam, sehingga meraih kehormatan sebagai orang-orang pertama yang masuk Islam dan mendapat kabar gembira yakni masuk surga.

Ibnu Abdul Barr rahimahullah menyanjung Sumayyah dan menyebut kesabaran dan ketegarannya. Ia menyatakan, “Sumayyah termasuk golongan para sahabat yang mengalami penyiksaan di jalan Allah dan sabar terhadap penderitaan yang menimpanya. Dia termasuk wanita yang berbai’at, baik dan mulia. Semoga Allah mengasihinya”.

Abdullah menuturkan, “Ada tujuh orang yang pertama-tama menyatakan keislamannya secara terbuka, Rasulullah saw., Abu Bakar, ‘Ammar, Ibu ‘Ammar (Sumayyah), Shuhaib, Bilal dan Miqdad. Rasulullah saw. dilindungi oleh Allah sawt. melalui pamannya, dan Abu Bakar ra. dilindungi oleh Allah swt. melalui kaumnya, sedangkan lima orang lainnya eisiksa oleh orang-orang musyrik. Orang-orang musyrik memaksa mereka memakai baju besi lalu membiarkan tubuh mereka terpanggang oleh sinar matahari. Mereka semua tidak berdaya sehingga mengikuti apa yang diinginkan oleh orang-orang musyrik itu, kecuali Bilal. Dia merasa siksaan itu masih terlalu ringan, selama menjalaninya karena Allah. Dia tidak menghiraukan siksaan yang dilakukan oleh kaumnya, sehingga mereka menyerahkan Bilal kepada anak-anak yang menyeretnya di sepanjang jalan kota Makkah. Sementara Bilal terus mengucapkan, “Ahad… Ahad… (Allah yang maha Esa)”.

Orang-orang terus menyiksa Sumayyah, suaminya Yasir dan putranya ‘Ammar (semoga Allah meridhai mereka bertiga). Tapi, mereka menerimanya dengan tabah dan tegar karena yakin bahwa siksaan itu diterima karena mereka bertahan di jalan Allah swt.

Pada suatu hari, Rasulullah saw. lewat dan melihat mereka sedang disiksa. Beliau bersabda, “Berbahagialah, wahai keluarga ‘Ammar, karena sesungguhnya kalian telah dijanjikan masuka surga”. Semilir angin surge telah menerpa hati mereka hingga menyejukkan bara penyiksaan yang sedang mereka rasakan.

Saat itulah, mereka mlai merasa lebih tenang dan nyaman daripada rasa payah karena siksaan yang mereka terima. Mereka menikmati penyiksaan karena bertahan di jalan Allah swt. dan terus merindukan kenikmatan surga sepanjang siang dan malam.

Muslimah Pertama yang Mati Syahid

Abu jahal merupakan orang yang berperan besar dalam menggalang orang-orang Quraisy untuk menyiksa kaum muslimin yang lemah itu. Jika dia mendengar seseorang yang cukup terpandang dan kuat telah masuk Islam, maka dia akan mengecam dan menghinanya. Dia berkata, “Engkau telah meninggalkan agama orang tuamu sendiri padahal itu lebih baik darimu. Kami akan menghinamu, memandang sebelah mata pendapatmu, dan menjatuhkan kehormatanmu”. Namun. Jika yang masuk islam tersebut seorang pedagang, maka Abu Jahal akan berkata padanya, “Kami akan mempersempit peluang dagangmu dan menghancurkan kejayaanmu”. Sedangkan jika yang masuk Islam adalah orang lemah atau miskin, maka dia langsung memukulinya dan menggalang orang-orang Quraisy untuk memusuhinya. Semoga Allah melaknat dan merendahkannya.

Sementara Sumayyah ra., sahabat Rasulullah saw. yang agung, tetap tegar dalam menerima siksaan yang tidak pernah berhenti. Ia sabar terhadap intimidasi yang dilakukan oleh Abu Jahal layaknya seorang pejuang yang gagah berani dan menolak mengubah keyakinan barunya. Tekad Sumayyah tidak pernah surut dan iman yang telah mengangkatnya kepada derajat wanita-wanita agung dan sabar tidak pernah melemah.

Penderitaan mulai berubah menjadi anugerah Allah, setelah Rasulullah saw. menyampaikan kabar gembira bahwa Sumayyah dan keluarganya akan meraih kenikmatan surga. Saat itulah, Ummu ‘Ammar, Sumayyah ra., berdiri tegak untuk menorehkan catatan paling bersejarah dengan darahnya, yakni menjadi orang pertama yang meraih syahaadah (mati syahid) dalam sejarah Islam. peristiwa ini terjadi ketika Abu Jahal – semoga Allah membalas kejahatannya dengan balasan yang setimpal – menyiksanya lalu menghujamkan tombak pendek pada tempat kehormatannya hingga meregang nyawa.

Mujahid menyatakan, “Wanita pertama yang gugur sebagai syahid pada fase awal perkembangan Islam adalah Ummu ‘Ammar, Sumayyah. Abu Jahal menusuk qubul (kemaluannya) dengan tombak pendek”.

Peristiwa pembunuhan Sumayyah ra. ini terjadi pada tahun 7 Hijriah. Sumayyah merupakan contoh Muslimah yang bisa dijadikan teladan dalam hal kesabaran, pengorbanan dan ketabahan. Semoga Allah meridhai Sumayyah ra. dan menjadikannya ridha, serta menjadikan surga Firdaus sebagai tempat persinggahan terakhirnya.

Sumber : 35 Sirah Shahabiyah, Mahmud Al-Mishri (terjemahan Asep Sobari, Lc.)

AIDS: Meluruskan Berpikir

0
ukuran virus HIV jauh lebih kecil dari pada pori pori kondom
ukuran virus HIV jauh lebih kecil dari pada pori pori kondom

Oleh: Dewi Wulandari

(Dokter Umum, Peneliti Pusat Studi Peradaban Islam Solo)

Pekan-pekan penghujung tahun 2013 sepertinya akan menyisakan beberapa evaluasi besar di dunia kesehatan. Salah satu yang memicu reaksi keras di masyarakat adalah perihal program PKN (Pekan Kondom Nasional). Kegiatan PKN ini diinisiasi oleh KPAN (Komisi Penanggulangan Aids Nasional) dan DKT (perusahaan penyedia produk kondom). Lokasi pembagian kondom pun beragam, termasuk salah satu universitas ternama di Yogyakarta. Cara semacam ini dipandang aneh oleh berbagai pihak.

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh dan berdampak melemahkan sistem keamanan tubuh terhadap serangan infeksi dan kanker. Tahap paling lanjut dari ini adalah AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome).  Penyakit ini penting untuk dicegah penyebarluasannya karena dampak besar yang diakibatkan. Jumlah orang yang meninggal akibat HIV/AIDS secara global mencapai 1,7 juta jiwa pada tahun 2011. ( WHO, “15 Facts on HIV Treatment Scale-Up and New ARV Guidelines 2013”, http://www.who.int/hiv/pub/guidelines/arv2013/15facts/en/index.html)

Belum ada pengobatan spesifik untuk HIV/AIDS. Pengobatan dengan obat anti retroviral (ARV) dapat mengontrol virus HIV sehingga kualitas hidup ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) menjadi lebih baik.  HIV/AIDS memiliki empat jalur penularan (transmisi) yaitu hubungan seksual dengan orang yang berisiko sebagai faktor penyumbang terbesar penularan yaitu 75% (Murray Longmore, Ian Wilkinson, Tom Turmezei, Chee Kay Cheung, “Oxford Handbook of Clinical Medicine, Seventh Edition”, (New York: Oxford University Press, 2007), hlm. 396.), transfusi darah; penularan dari ibu ke anak saat hamil, melahirkan, dan menyusui; serta melalui jarum suntik yang terkontaminasi.(UNFPA, WHO, PATH, “Condom Programming for HIV Prevention: an Operations Manual for Programme Managers”, diakses di http://www.unfpa.org/public/global/pid/1292). Data mengenai kondisi ODHA di Indonesia juga memilukan; mencapai 27197 kasus pada tahun 2012. (Ditjen PP & PL Kemenkes RI).

Kasus HIV/AIDS mengalami pergeseran pola. Pada tahun 2006 kelompok terbesar penyandang berada pada pengguna jarum suntik, namun di tahun 2011 kelompok terbesar ada pada kelompok heteroseksual.(http://health.kompas.com/read/2011/12/16/15574363/Lelaki.Pembeli.Seks.Jadi.Sumber.Penularan.HIV/AIDS).

Kelompok heteroseksual ini apabila dirinci lagi ternyata sebagian besar menginfeksi kelompok Ibu Rumah Tangga (IRT). Disinyalir, IRT mendapatkannya dari suami mereka yang suka “jajan”. (http://regional.kompas.com/read/2011/01/24/09374353/Pengidap.AIDS.di.Papua.Mayoritas.IRT http://health.kompas.com/read/2013/02/06/08083978/Kunci.Penularan.HIV.pada.Pria.Risiko.Tinggi).

Data ini mungkin yang kemudian melahirkan gagasan segolongan pihak untuk memotong cepat penularan HIV/AIDS yang ada dengan menyebarkan kondom. Sebenarnya data data ini masih harus dipelajari lebih lanjut karena pihak WHO mengakui bahwa di negara negara di mana homoseksual belum dilegalkan, data ini menjadi rancu. Sebab, bisa jadi diantara mereka yang terinfeksi  walaupun heteroseksual ternyata melakukan MSM atau Men who have Sex with Men. (Guidelines on Surveillance among Populations most  at Risk of HIV, 2011, hlm. 12)

Melirik perilaku ini, mengingatkan pada bagaimana HIV/AIDS ini pertama kali ditemukan. HIV/AIDS ini ditemukan pada Juli 1981 pada sekelompok orang gay di kota New York dan California.(Mark Chichocki, “The History of HIV, an HIV Timeline”, http://aids.about.com/cs/aidsfactsheets/a/hivhis.htm). Jadi, penyakit ini lahir dari anomali hukum alam. Penyakit ini lahir dari mereka yang berperilaku seksual menyalahi fitrahnya.

Manusia sudah dibekali seperangkat kemampuan untuk dapat berperan baik dalam menjalankan berbagai tugasnya. Tubuh manusia dirancang berperan baik saat digunakan untuk tujuan-tujuan yang baik, dan secara otomatis ketika manusia melakukan hal-hal yang bertentangan dengan fitrah, tubuh manusia akan “mengingatkan”. Misalnya, ketika mengalami stres berkepanjangan, pada saat itu tubuh menghasilkan zat-zat yang dapat merusak. Tuhan sudah memperingatkan manusia untuk tidak berputus dari rahmat-Nya. Konsekuensi dari pengingkaran ini dirasakan oleh manusia itu sendiri. Begitu pula, ketika Tuhan sudah mengatakan bahwa hubungan suami-istri yang dilakukan dalam kerangka pernikahan mendatangkan pahala, dan hubungan zina akan mendatangkan mudharat.

Efektivitas penggunaan kondom untuk mencegah penularan HIV/AIDS masih menuai kontroversi, karena berbagai penelitian menunjukan bahwa ukuran virus HIV jauh lebih kecil dari pada pori pori kondom. Ketika program sosialisasi kondom ditujukan dengan membagi bagi kondom kepada pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum, maka yang tercitrakan adalah dukungan besar-besaran terhadap seks bebas.

Ketika kondom ini dipromosikan besar-besaran apalagi ke masyarakat umum, tak lain seperti menciptakan lingkaran setan yang tak pernah putus. Penyakit ini bermula dari anomali, lantas bagaimana ia dapat berkurang jika anomali ini tetap dipertahankan. Lalu bagaimana untuk mengatasi resiko penularan HIV yang terjadi pada kelompok orang-orang yang suka melakukan seks bebas? Kita membutuhkan kerjasama berbagai pihak untuk mengatasi ini. Perlu kepedulian pada sesama.

Dana sosialisasi PKN akan jauh lebih berguna jika diberdayakan untuk bidang penelitian. Misalnya, penelitian pengembangan penggunaan ARV (Anti Retro Viral) yang semakin menemukan titik cerah untuk membantu ODHA meningkatkan kualitas hidupnya. Pemberian ARV sedini mungkin dapat memperpanjang hidup dan menurunkan transmisi dari orang yang terinfeksi ke orang yang sehat. (WHO, “15 Facts on HIV Treatment Scale-Up and New ARV Guidelines 2013”, http://www.who.int/hiv/pub/guidelines/arv2013/15facts/en/index.html). Atau dana yang sama dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan ARV sehingga berita mengenai terbatasnya ARV ini tidak kita dapatkan lagi. (Kemenkes, “Bersama Capai Zero Infection, Zero AIDS Related Death, dan Zero Stigma Discrimination”, http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2258, Juga, Kemenkes, “Pengendalian Penderita HIV/AIDS dengan Pengobatan ARV”, http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2315).

Belum lagi, kita membutuhkan teknik diagnosa yang semakin canggih untuk dapat mendeteksi keberadaan virus ini secepat mungkin. Harapan ini terlihat titik terangnya. Salah satunya melalui rapid oral test yang dapat memperpendek waktu diagnosa HIV/AIDS dari yang biasanya 2 minggu menjadi 20 menit.(Lihat, Anastasia Yoveline, Retno Wahyuningsih, Yuli Kumalawati, Saleha Sungkar, “Peran Rapid Oral HIV Test dalam Diagnosis Infeksi HIV”, Majalah Kedokteran Indonesia Volum:58 Nomor:12 , Desember 2008). Akan ada banyak peluang penelitian di bidang ini. Tapi sekali lagi, penelitian di bidang ini,  mungkin akan mengurangi keuntungan pihak-pihak tertentu. Wallahu’alam bish-shawab. (***)

 

Aids Dan Homoseksual

0

penyakit-menular-seksual

 Oleh:

Abdul Ghofir dan Rofida Lathifah

(Dokter, Peneliti Insists)

Karena kemunculannya berawal dari komunitas homoseksual, istilah AIDS pernah diplesetkan kepanjangannya: “Akibat Intim Dengan Sejenis”.  Istilah “homoseksualitas” baru diciptakan pada abad ke-19.  Prakteknya, fenomena ini sudah terjadi sejak lampau. Perilaku yang diharamkan Allah SWT ini diawali oleh umat Nabi Luth A.S., yakni Kaum Sadum atau kaum “Sodom” (sekitar 1800 SM).  Maka, perbuatan nista itu dikenal dengan istilah sodomi yang merujuk pada nama Kaum Sadum. Nabi Luth a.s. merasa heran dengan ulah kaumnya yang aneh, yakni  menolak berhubungan dengan lawan jenis. Mereka justru lebih cenderung menyukai hubungan dengan sesama jenis. Nabi Luth a.s. beserta kaum mukmin yang jumlahnya sedikit tetap berusaha menyadarkan kaum Sadum.

“Mengapa kamu mengerjakan perbuatan keji itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun di dunia ini sebelummu?” Sungguh kamu mendatangi lelaki untuk memuaskan nafsumu kepada mereka, bukan kepada wanita, bahkan kamu adalah kaum yang melampaui batas”. (Al-A’raf 7;80-81)

Dengan jumlah yang dominan, kaum Sodom merasa lebih kuat daripada golongan mukmin. Mereka meremehkan Nabi Luth a.s. dan kaum mukmin yang mengikutinya. Allah SWT mengabadikan sikap congkak dan arogan mereka dalam firman-Nya: Kaum Luth mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri“. (QS. Al A’raf 82).

Dalam perkembangannya, homoseksual menyebar ke Bangsa Yunani dan Romawi. Selama era Renaisans, kota-kota kaya di Utara Italia – Florence dan Venesia khususnya – terkenal karena praktik cinta sesama jenis yang melibatkan sebagian besar populasi laki-laki dan terbentang di sepanjang pola klasik Yunani dan Roma. Kemudian tren homoseksual menyebar ke Perancis dan Jerman pada abad ke 13 serta Amerika pada 1948.

Homoseksualitas di Cina, telah tercatat sejak tahun 600 SM. Sedangkan homoseksualitas di Jepang, dikenal sebagai shudo atau nanshoku telah didokumentasikan selama lebih dari seribu tahun dan memiliki beberapa kaitan dengan kehidupan monastik Buddhis dan tradisi samurai. Budaya cinta sesama jenis melahirkan tradisi yang kuat dalam seni lukis dan sastra Jepang yang mendokumentasikan dan merayakan hubungan tersebut. Di Thailand, praktik homoseksualitas dikemas sebagai kathoey atau “ladyboy” telah menjadi corak masyarakat Thailand selama berabad-abad dan raja-raja Thailand memiliki pasangan baik laki-laki maupun perempuan.

Aids dan Homoseksualitas

 Allah memperingatkan: Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu”(Al-A’raaf;84). Allah melaknat perbuatan homoseksualitas. Allah menghujani kaum homoseksual pada masa Nabi Luth a.s. dengan bebatuan yang tidak seorang pun dari mereka luput dari siksa itu, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. (Ruuhul Ma’aanii karya Al-Alusi, Jilid 8, hlm. 172).

Kerasnya siksa pada kisah kaum Nabi Luth a.s. menunjukkan bahwasanya homoseksual merupakan perbuatan sangat keji. Al-Baihaqi meriwayatkan hadits tentang cabang iman dari Abu Hurairah dan dishahihkan oleh Al-Hakim:  “Allah Subhaanahu wa ta’ala melaknat 7 golongan dari makhluk-Nya dari atas 7 lapis langit.” Lalu, beliau ` melaknat satu golongan di antara mereka sebanyak tiga kali. Setelah itu, melaknat setiap golongan satu kali-satu kali, kemudian bersabda,  “Terlaknatlah, terlaknatlah, terlaknatlah orang-orang yang melakukan perbuatan kaum Luth….”

HIV/AIDS muncul pertama kali muncul pada kelompok homoseksual di San Francisco, Amerika Serikat pada tahun 1980. Usaha kalangan medis untuk mengontrol perilaku seksual penderita HIV/AIDS mendapat tantangan dan gagal karena dianggap melanggar HAM. Fenomena ini justru akhirnya mengakibatkan HIV/AIDS menyebar di kalangan pelacur, pelaku seks bebas (remaja), perselingkuhan, dan akhirnya pada ibu-ibu rumah tangga yang ditulari oleh suaminya yang suka berganti-ganti pasangan.

Menurut CDC (2012), insiden HIV pada homoseksual sebanyak 12% sejak 2008-2010. Di Amerika, dari 1.1 juta penduduk yang terinfeksi HIV, 52% nya adalah kaum homoseksual. Dimana HIV pada homoseksual bertanggung jawab menyumbangkan 2/3 dari total kasus baru HIV pada homoseksual. Hal ini menunjukkan betapa tingginya resiko terinfeksi HIV pada kaum homoseksual. Penelitian Purcel et al., (2010) menunjukkan bahwa pada 100.000 pasangan homoseksual, 692 dipastikan menderita HIV. Ini menunjukkan bahwa hubungan antar laki laki 60 kali lebih rentan di infeksi virus.

Fenomena terjadinya HIV yang lebih tinggi pada kaum homoseksual diduga karena berbagai macam faktor. Penelitian Koblin (2006) menunjukkan bahwa homoseksual cenderung menggunakan amfetamin dan alcohol berat sebelum berhubungan badan sehingga meningkatkan resiko transmisi HIV dan penyakit menular seksual lainnya. Selain itu, tingkat kesadaran dan pengetahuan yang rendah terkait HIV, dimana MacKellar et al.,(2007) menyatakan bahwa 1 dari 4  homoseksual di 6 kota besar di Amerika memiliki pengetahuan yang cukup dan kesadaran terhadap resiko HIV pada diri mereka.

Allah SWT telah mengingatkan dengan sebaik-baik peringatan dalam firmanNya untuk menjauhi aktivitas homoseksual seperti pada kaum Nabi Luth a.s. Namun apabila manusia tetap melanggarnya, maka Allah SWT akan memberikan siksa yang berat yang mengakibatkan putus asa, dimana kemungkinan HIV ini adalah salah satunya. Hal ini termaktub dalam Al-Qur’an

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan, kami pun membuka semua pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira, kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam terdiam berputus asa.” (Al-An’am:44).

 Legalisasi Homoseksualitas

Homoseksualitas dianggap suatu gangguan kejiwaan selama bertahun-tahun. Di era Mesir Kuno, Masyarakat berupaya untuk mengharamkan hubungan tersebut. Praktik homoseksual dijerat dengan hukuman mati. Pada abad ke-13, saat homoseksual sudah menyebar di Perancis, Kerajaan Perancis segera menghentikan penyebarannya dengan membentuk Undang-Undang Hukuman mati bagi penganut homoseksual.

Adanya upaya melegitimasi pernikahan kaum homoseksual ibarat virus yang siap disebar ke seluruh dunia. Anehnya, virus yang disadari bahayanya justru mendapat dukungan lembaga dunia, utamanya PBB. Akibatnya tak hanya bisa menjelma menjadi epidemi yang bersifat lokal, tapi juga global. Organisasi Amnesti Internasional mengatakan, “Homoseksualitas masih dilarang di 76 negara dunia. Dan masih ada jutaan orang di berbagai penjuru dunia yang menentang homoseksualnya dengan memberi hukuman mati, penjara, penyiksaan, kekerasaan dan diskriminasi akibat orientasi seksual atau identitas gender mereka.” Tahun 2008 dan 2009, Organisasi yang sama juga pernah serius melontarkan teguran keras pada Lithuania yang dianggap tidak memberi hak kaum LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender).

Upaya legalisasi homoseksualitas berkembang pesat pada abad ke-19. Berbagai pendekatan pemikiran maupun kebijakan telah ditempuh guna menjadikan homoseksual sebagai sesuatu yang legal. Pada tahun 1973 homoseksualitas dihapuskan sebagai penyakit mental di Inggris. Pada tahun 1986 semua referensi homoseksualitas sebagai gangguan kejiwaan telah dihapus dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) dari American Psychiatric Association.

Belanda adalah negara pertama yang sejak tahun 2001 telah membolehkan pernikahan pasangan sejenis dan memasukkannya dalam pernikahan yang legal secara undang-undang. Disusul pada Juni 2011, New York sebagai kota yang paling padat penduduknya di Amerika, menjadi wilayah keenam yang membolehkan pernikahan sejenis dalam undang-undang. Diikuti pula oleh Mexico, Inggris, Brazil, Kroasia, Chekoslowakia, Denmark, Finlandia, Prancis, Israel, Luxemburg, New Zealand, Slovenia, Switzerland, dan empat kota di Australia.

Di Indonesia, praktek homoseksual maupun menikah sesama jenis merupakan hal yang illegal. Secara definisi menurut Pasal 34 ayat (1) UU Administrasi kependudukan: Perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan.

Penjelasan Pasal 34 ayat (1) UU Administrasi kependudukan: “Yang dimaksud dengan “perkawinan” adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan”

Dengan demikian, sampai sejauh ini yang diakui di Indonesia adalah pernikahan antar jenis kelamin. Sayangnya, akhir akhir ini telah muncul berbagai macam organisasi gay di berbagai kota. Mereka mulai menuntut agar tidak ada halangan bagi kaum homo untuk melakukan perkawinan secara sah di muka hukum dan mengumumkan secara terbuka statusnya sebagai homoseksual atau transgender.

Munculnya berbagai kampanye besar-besaran legalisasi homoseksual dan dukungan (pendiaman) terhadap kontes Miss Waria bisa dilihat sebagai satu gejala mulai melemahnya peran nahi-munkar organisasi dan tokoh-tokoh Islam di Indonesia. Mungkin banyak  yang sedang mengalami kegagapan menghadapi arus globalisasi dan hegemoni media televisi yang saat ini menjadi penguasa moral dan penentu nilai-nilai moral baru di tengah masyarakat. Salah satu dampak globalisasi adalah lahirnya sikap ketidakberdayaan (powerless) yang gagap dan gamang dalam menyikapi kedigdayaan media informasi seperti televisi.

Memperparah?

Belum lama ini, Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) bersama DKT Indonesia dan Kementerian Kesehatan menggelar Pekan Kondom Nasional (PKN) pada 1 Desember hingga 7 Desember 2013. PKN mengusung tema “Protect Youself, Protect Your Partner”. Ini sebenarnya wujud kepedulian terhadap HIV dan AIDS yang salah sasaran. Kampanye penggunaan kondom untuk pelaku seks berisiko seolah justru berkata, “Silakan melakukan seks beresiko asal pakai kondom”.

Padahal, upaya upaya yang digunakan untuk mencegah terjadinya HIV/AIDS dengan menggunakan kondom seringkali mengalami kegagalan. Dalam konferensi AIDS di Chiang Mai Thailand tahun 1995 dilaporkan bahwa penggunaan kondom akan membuat aman dari HIV/AIDS tidaklah benar. Pori-pori kondom berdiameter 1/60 mikron dalam keadaaan tidak meregang, sedangkan dalam keadaaan meregang pori-pori tersebut mencapai 10 kali lebih besar. Virus HIV berdiameter 1/250 mikron. Dengan demikian jelas bahwa virus HIV dapat dengan leluasa menembus kondom dan infeksi tetap dapat menyebar. Selain itu, Penelitian Carey, et.al 1992 dari Division of Physical Sciences, Rockville Maryland USA menemukan kenyataan bahwa virus HIV dapat menembus kondom. Kondom di pasaran ditemukan 30% bocor.

Akses kondom yang luas diikuti dengan kampanye untuk penggunaannya akan memberikan rasa aman bagi pelaku praktik homoseksual sehingga justru terjadi peningkatan hubungan sejenis. Padahal, pengunaan  kondom juga tidak menjadi solusi karena kondom lebih mudah rusak pada intercourse anal. Selain itu, virus HIV akan lebih mudah untuk disebarkan melalui hubungan anal dibandingkan dengan hubungan pervaginam. Penelitian Koblin (2006) telah menunjukkan bahwa resiko terjadinya HIV meningkat pada pelaku intercourse secara anal. Resiko terbesar penularan HIV terjadi akibat kerusakan dinding rectum yang tipis sehingga memudahkan virus untuk masuk ke dalam tubuh melalui pertukaran cairan sperma. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan prosentasi dari laki homoseksual yang terkena HIV dari 20% pada 1996, menjadi 42% pada tahun 2000 dari seluruh penderita infeksi HIV, padahal proses kampanye penggunaan kondom tetap berlanjut (Dodds, J.P., D.E. Mercey, J.V. Parry & A.M. Johnson. (2004) Increasing risk behaviour and high levels of undiagnosed HIV infection in a community sample of homosexual men. Sex Transm Infect; 80:236-240).

Oleh karena itu, perlu ditanamkan sejak dini bahwa yang haram tetaplah haram. Zina tetaplah zina walau dengan berbagai alasan. Pemerintah harusnya bekerja keras untuk menutup pintu-pintu perzinahan. Bukan membiarkan dan melindunginya dengan cara bagi-bagi kondom gratis. Wallahu a’lam bish-shawab. (***)

Aids -Life Style Disease- Fakta Yang Ditutupi

0

PENYIMPANGAN

Oleh: Rita Soebagio

(Peneliti Insists)

 

Hampir 30 tahun lebih sejak pertama kali penyakit ini ditemukan, kerap kita menemukan propaganda penyakit AIDS yang tidak sesuai dengan realitas atau temuan ilmiah yang sebenarnya.  Tanpa mengurangi rasa empati kita pada ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS).   yang mengalami penyakit AIDS karena berhubungan dengan pasangan sahnya atau karena kelalaian proses transfusi darah, para ilmuwan sudah seharusnya  mulai menyampaikan fakta apa sebenarnya AIDS itu.

AIDS  pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981 oleh CDC  (Centers for Disease Control and Prevention) di Amerika Serikat yang mencatat adanya sebuah penyakit yang masih digolongkan sebagai  Pneumonia atau Sarcoma pada beberapa kelompok laki-laki di New York dan Los Angeles. Temuan yang mengejutkan adalah seluruh pasien pada kelompok awal ini mengatakan bahwa mereka menjalankan perilaku Homoseksual. Beberapa orang sekaligus juga sebagai pemakai jarum suntik.  Karenanya, penyakit dengan ciri spesifik penurunan kekebalan tubuh (Imunitas) ini, pada awalnya dinamakan sebagai GRID (Gay Related Immune Deficiency).(Malik Badri, (1997). The Aids Crisis : A Natural Product of Modernity’s Sexual Revolution. Kuala Lumpur :  Medeena Book)

Dalam kasus AIDS, terlihat sekali bagaimana Etiologi (ilmu yang mempelajari penyebab atau asal penyakit dan faktor-faktor yang menghasilkan atau mempengaruhi suatu penyakit atau gangguan tertentu) tidak pernah berhasil dengan jujur disampaikan oleh para ilmuwan. Berubahnya penamaan GRID menjadi AIDS (Acquired Immune Defisiency Syndrome) dipandang sebagai salah satu upaya pengaburan asal usul penyakit. Dengan alasan terjadi perselisihan penamaan diantara penemu Virus HIV Dr Montagnier dan Dr. Robert Gallo, maka dipilihlah nama AIDS. Faktanya, hal ini disinyalir sebagai bentuk menyelamatkan kelompok Gay dan pendukungnya dari stigma. Sekaligus juga menyelamatkan Amerika sebagai negara asal dari virus HIV. (K. Mullis (1998). Dancing naked in The Mind Field. New York : Pantheon Book).

Satu tahun sejak ditemukannya virus HIV, pada tahun 1982 CDC mengumumkan temuan virus yang sama pada 34 orang Haiti. 34 orang laki-laki yang menyanggah menjalankan perilaku Homoseksual dan pengguna jarum suntik. (Fromer, 1983). Jumlah ini hanya menggambarkan 6% dari kasus AIDS yang dilaporkan pada saat yang sama (The New York Timer, 3 July , 1983). Namun, CDC dengan tergesa-gesa dan tidak adil, telah menempatkan orang-orang Haiti ke dalam daftar Black List kelompok beresiko tinggi seperti halnya prostitusi, homoseksual, biseksual dan pengguna jarum suntik. Keputusan yang tidak adil dan penuh prasangka terhadap warga kulit hitam Haiti dianggap juga memiliki kaitannya dengan anggapan awal bahwa penyakit ini menyebar dari Afrika. Faktanya setelah  penelitian lebih lanjut yang dilakukan dengan lebih bersahabat dan tidak adanya tekanan terhadap 34 orang Haiti, ditemukan bahwa 80% dari dari mereka adalah Homoseksual dan pengguna jarum suntik (Sabatier, 1988).  Sampai tahun 1985, Haiti menjadi tertuduh penyebar virus HIV, sampai para ahli kedokteran dari Universitas Miami melakukan penelitian terhadap 800 lebih orang Haiti dan menemukan hasil yang tidak diragukan bahwa AIDS tidak ditemukan di Haiti sebelum kasus AIDS di Amerika (Fromer, M.J. (1983). Aids. New York : Pinnacle Books).

Diabaikannya berbagai fakta penting dari temuan awal AIDS, menyebabkan banyak ilmuwan pesimis terhadap masa depan pencegahan dan pengobatan AIDS. Kelompok ilmuwan di Philadelphia perlu menggambarkan penelitian tentang AIDS/HIV dengan artikulasi : “stealthy, devious an elusive are just some of terms used by scientists to describes HIV…”(Philadelphia Science Group, 1992). Terminologi “diam-diam, penuh tipu daya dan sukar dipahami” akhirnya memang cukup masuk akal disematkan pada berbabagi riset tentang AIDS ini.

Kegagalan atau pengabaian fakta penting dalam riset AIDS terutama dalam  kaitannya dengan perilaku Homoseksual dan biseksualitas tampaknya terjadi karena tekanan kelompok Homoseksual yang menilai riset yang mengaitkan AIDS dengan perilaku mereka sebagai sebuah Stigma Negatif yang tidak manusiawi. (Herek, G.M & Capitanio J.P (1996). Some of My Best friend : Integroup Contract, Concealable, Stigma and Heterosexual Attitudes Toward Gay Men and Lesbians. Personality and Social Pyschology Bulletin 22).

Akibatnya, para ilmuwan barat dan pakar AIDS menahan diri dari mengatakan bahwa menjangkitnya AIDS serta mutasi virus yang lebih mematikan tidak akan dapat dihindari kecuali dengan merubah perilaku seksual dan perilaku  modern seperti Homoseksual dan Biseksual. Root Bernstein dalam bukunya Rethinking AIDS mengatakan : AIDS menjadi problem bagi laki-laki homoseksual yang melakukan pergaulan bebas, sering melakukan seks anal dan memakai jarum suntik bersama-sama (Root Benstein, 1993 dalam Malik Badri,  Aids Crisis).

Prof Malik Badri, dalam bukunya The AIDS Crisis, (1997) dengan tegas mengatakan bahwa AIDS memiliki dua dimensi yang jelas. Pertama, Adanya Revolusi Seksual yang terjadi di Barat sebagai hasil dari Peradaban Barat. Kedua, AIDS adalah konsekuensi natural dari Revolusi Seksual dimana ciri dari revolusi seksual adalah Merajalelanya Pergaulan bebas dan tidak terkendalinya penyebaran propaganda Homoseksual. Gambaran bahwa HIV hanya dapat dihindari dengan melakukan “Safe Sex” dengan pemakaian kondom dan pemakaian jarum suntik yang bersih adalah jelas sebagai penolakan atau ketidakmampuan untuk menghentikan perilaku-perilaku menyimpang.

Kegagalan dalam memahami akar permasalahan dari AIDS, menyebabkan kasus AIDS menjadi permasalahan serius di seluruh dunia. Data CDC sejak tahun 2007-2010 jumlah pengidap AIDS di Amerika mencapai 1.129.127 orang dengan kecenderungan yang tidak pernah menurun (www.cdc.gov/nchs/data/hus/2011/045.pdf). Sementara untuk Indonesia sendiri jumlah penderita AIDS terus meningkat, dari awal ditemukan pada tahun 1987 pada seorang wisatawan Belanda di Bali hingga saat ini data tahun 2010 menunjukkan jumlah penderita diperkirakan mencapai 93 ribu – 130 ribu orang (Republika, 17 Desember 2013).

Disamping kegagalan dalam upaya pencegahan, kesalahan dalam memahami akar permasalah penyakit juga akan memberikan tekanan psikologis sendiri yang akan semakin memperburuk kesehatan penderita AIDS. Selama ini, dunia kedokteran hanya fokus pada problem dan stresor yang diciptakan oleh sebuah penyakit kronis. Padahal fokus ini bisa mengaburkan poin penting dari sebuah penyakit, bahwa penyakit dapat menimbulkan akibat positif. (Taylor, 1983). Pengetahuan atau kognisi penyakit yang diderita seseorang dan latar belakang penyebabnya akan membantu pasien melakukan penyesuaian terhadap penyakitnya. Penyesuaian terhadap penyakit akan memberikan efek positif bagi pasien seberapa mampu mereka mengontrol penyakitnya (Taylor, Peplau & Sears, 2009).

Pada akhirnya, dalam memandang kasus AIDS khususnya untuk kasus di Indonesia, diperlukan kejujuran berbagai pihak untuk berani mengatakan bahwa AIDS sesungguhnya adalah Life Style Desease akibat Gaya Hidup yang Menyimpang. Maka menjadi tanggungjawab berbagai kalangan untuk mencegah dan mengobati AIDS dengan komprehensif. AIDS bukan saja menjadi otoritas dunia kedokteran untuk mengobatinya, tetapi Agamawan, Aktifitas Sosial dan masyarakat secara umum berhak dilibatkan untuk menghentikan dan mengajak semua orang agar  menghentikan berbagai perilaku yang menyimpang. (***)

Pembagian Kondom pada Masyarakat Umum: Anomali Berpikir?

0

Oleh: dr. Dewi Wulandari*

Minggu-minggu penghujung tahun 2013 sepertinya akan menyisakan beberapa evaluasi besar di dunia kesehatan. Salah satu yang memicu reaksi keras dari masyarakat adalah program Pekan Kondom Nasional (PKN). Kegiatan PKN ini diinisiasi oleh KPAN (Komisi Penanggulangan Aids Nasional) dan DKT (perusahaan penyedia produk kondom)[1]. Kegiatan ini semakin memilukan ketika dalam penyelenggaraannya menggunakan mobil yang memuat gambar artis ibukota dengan busana yang tidak sepatutnya, belum lagi mobil ini menjalankan aksinya dengan masuk ke salah satu perguruan tinggi ternama di Yogyakarta tanpa izin[2]. Rasanya cara yang digunakan terlalu aneh untuk kegiatan dengan tujuan baik, yaitu mencegah angka HIV/AIDS yang semakin meningkat di Indonesia.

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyerang sistem imun dan berdampak melemahkan sistem keamanan tubuh terhadap serangan infeksi dan kanker. Tahap paling lanjut dari ini adalah AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)[3]. Penyakit ini penting untuk dicegah penyebarluasannya karena memberikan dampak yang besar, jumlah orang meninggal akibat HIV/AIDS secara global mencapai 1,7 juta jiwa pada tahun 2011[4].

Hingga saat ini, belum ada pengobatan spesifik untuk HIV/AIDS, sedangkan baru ada pengobatan dengan obat anti retroviral (ARV) yang dapat mengontrol virus HIV sehingga kualitas hidup ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) dapat lebih baik[5]. HIV/AIDS memiliki empat jalur penularan (transmisi) yaitu hubungan seksual dengan orang yang berisiko sebagai faktor penyumbang terbesar penularan yaitu 75%[6]; transfusi darah; penularan dari ibu ke anak saat hamil, melahirkan, dan menyusui; serta melalui jarum suntik yang terkontaminasi[7]. Data mengenai kondisi ODHA di Indonesia juga memilukan, mencapai 27.197 kasus pada tahun 2012[8].

Kasus HIV/AIDS mengalami pergeseran pola, dimana pada tahun 2006 kelompok terbesar penyandang berada pada pengguna jarum suntik, namun di tahun 2011 kelompok terbesar ada pada kelompok heteroseksual[9]. Kelompok heteroseksual ini apabila dirinci lagi ternyata sebagian besar menginfeksi kelompok Ibu Rumah Tangga (IRT). Disinyalir, IRT mendapatkan ini dari suami mereka yang memiliki perilaku suka “jajan”[10]. Data ini mungkin yang kemudian melahirkan gagasan segolongan pihak untuk memotong cepat penularan HIV/AIDS yang ada dengan menyebarkan kondom.

Melirik perilaku ini, mengingatkan pada bagaimana HIV/AIDS ini pertama kali ditemukan. HIV/AIDS ini ditemukan pada Juli 1981 pada sekelompok orang gay di kota New York dan California[11]. Jadi, penyakit ini lahir dari anomali hukum alam dan mereka yang berperilaku seksual menyalahi fitrahnya. Berkaitan dengan hal ini, manusia sudah dibekali seperangkat kemampuan untuk dapat berperan baik dalam menjalankan berbagai tugasnya.

Tubuh manusia dirancang berperan baik saat digunakan untuk tujuan-tujuan yang baik, dan secara otomatis ketika manusia melakukan hal-hal yang bertentangan dengan fitrah, tubuh manusia akan “mengingatkan”. Misalnya, ketika mengalami stres berkepanjangan, pada saat itu tubuh menghasilkan zat-zat yang dapat merusak. Tuhan sudah memperingatkan manusia untuk tidak berputus dari rahmat-Nya. Konsekuensi dari pengingkaran ini dirasakan oleh manusia itu sendiri. Begitu pula, ketika Tuhan sudah mengatakan bahwa hubungan suami-istri yang dilakukan dalam kerangka pernikahan mendatangkan pahala, dan hubungan zina akan mendatangkan mudharat. Lalu, apa yang terjadi pada masyarakat kita? Mencerca poligami dan mengelu-elukan zina.

Penggunaan kondom tidak pernah terbukti, berbagai penelitian menunjukan bahwa ukuran virus HIV jauh lebih kecil dari pada pori-pori kondom karena kondom dirancang untuk mencegah kehamilan. Ketika program sosialisasi kondom ditujukan dengan membagi bagi kondom kepada pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum, maka yang tercitrakan adalah dukungan besar-besaran terhadap seks bebas.

Ketika kondom ini dipromosikan besar-besaran apalagi ke masyarakat umum, tak lain seperti menciptakan lingkaran setan yang tak pernah putus. Penyakit ini bermula dari anomali, lantas bagaimana ia dapat berkurang jika anomali ini tetap dipertahankan? Lalu bagaimana untuk mengatasi risiko penularan HIV yang terjadi pada kelompok orang-orang yang suka melakukan seks bebas di luar pasangannya? Kita membutuhkan kerjasama berbagai pihak untuk mengatasi ini. Sudahkah kita menengok (baca: peduli) pada saudara-saudara di sekitar kita apa yang sebenarnya menjadi kesulitan mereka?

Dana untuk sosialisasi tersebut akan lebih baik apabila digunakan untuk bidang penelitian. Misalnya, penelitian pengembangan penggunaan ARV (Anti Retro Viral) yang semakin menemukan titik cerah untuk membantu ODHA meningkatkan kualitas hidupnya. Pemberian ARV sedini mungkin dapat memperpanjang hidup dan menurunkan transmisi dari orang yang terinfeksi ke orang yang sehat.[13] Atau dana yang sama dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan ARV sehingga berita mengenai terbatasnya ARV ini tidak kita dapatkan lagi.[14]

Belum lagi, kita membutuhkan teknik diagnosa yang semakin canggih untuk dapat mendeteksi keberadaan virus ini secepat mungkin. Harapan ini terlihat titik terangnya, salah satunya melalui rapid oral test yang dapat memperpendek waktu diagnosa HIV/AIDS dari yang biasanya 2 minggu menjadi 20 menit.[15] Akan ada banyak peluang penelitian di bidang ini, tapi sekali lagi, penelitian di bidang ini mungkin akan mengurangi keuntungan pihak-pihak terkait. Wallahualam bishowab.

 

[1] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) menyatakan tidak terlibat dalam kegiatan PKN ini melalui akun media sosial. Lihat =,https://twitter.com/puskomdepkeshttp://www.hidayatullah.com/read/2013/12/01/7565/kammi-pekan-kondom-nasional-sama-saja-fasilitasi-seks-bebas.html (3 Desember 2013, 01:14)

[2] Detik Health, UGM: Bagi-bagi Kondom di Kampus, Ada Fungsi Pendidikannya Nggak?. Diakses http://health.detik.com/read/2013/12/02/140743/2429808/763/ugm-bagi-bagi-kondom-di-kampus-ada-fungsi-pendidikannya-nggak (3 Desember, 01:20).

[3] WHO, HIV/AIDS, diakses dihttp://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs360/en/index.html (3 Desember 2013, 5:08)

[4] WHO, 15 Facts on HIV Treatment Scale-Up and New ARV Guidelines 2013,diakses di http://www.who.int/hiv/pub/guidelines/arv2013/15facts/en/index.html (3Desember 2013, 5:13).

[5] Ibid

[6] Murray Longmore, Ian Wilkinson, Tom Turmezei, Chee Kay Cheung, Oxford Handbook of Clinical Medicine, Seventh Edition, (New York: Oxford University Press, 2007), hlm. 396.

[7] UNFPA, WHO, PATH, Condom Programming for HIV Prevention: an Operations Manual for Programme Managers, diakses di http://www.unfpa.org/public/global/pid/1292

[8] Ditjen PP & PL Kemenkes RI.

[9] Kompas,  Lelaki Pembeli Seks jadi Sumber Penularan HIV/AIDS. Diakses dihttp://health.kompas.com/read/2011/12/16/15574363/Lelaki.Pembeli.Seks.Jadi.Sumber.Penularan.HIV/AIDS(3 Desember 2013, 01: 37).

[10] Kompas, Pengidap AIDS di Papua Mayoritas IRT, diakses dihttp://regional.kompas.com/read/2011/01/24/09374353/Pengidap.AIDS.di.Papua.Mayoritas.IRT (3 Desember 2013, 01:55), Kompas, Kunci Penularan HIV pada Pria Risiko Tinggi, diakses dihttp://health.kompas.com/read/2013/02/06/08083978/Kunci.Penularan.HIV.pada.Pria.Risiko.Tinggi. (3 Desember 2013, 01:57).

[11] Mark Chichocki, The History of HIV, an HIV Timeline, diakseshttp://aids.about.com/cs/aidsfactsheets/a/hivhis.htm (3 Desember 2013, 02:05).

[12] UNFPA, Factsheet Condoms, diakses dihttp://www.unfpa.org/hiv/docs/factsheet_condoms.pdf (3 Desember 2013, 6:00)

[13] WHO, 15 Facts on HIV Treatment Scale-Up and New ARV Guidelines 2013,diakses di http://www.who.int/hiv/pub/guidelines/arv2013/15facts/en/index.html (3Desember 2013, 5:13).

[14] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Bersama Capai Zero Infection, Zero AIDS Related Death, dan Zero Stigma Discrimination, diakses dihttp://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2258 (3 Desember 2013, 5:57), Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Pengendalian Penderita HIV/AIDS dengan Pengobatan ARV,diakses di http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2315 (3 Desember 2013, 5:58).

[15] Anastasia Yoveline, Retno Wahyuningsih, Yuli Kumalawati, Saleha Sungkar, Peran Rapid Oral HIV Test dalam Diagnosis Infeksi HIV, Majalah Kedokteran Indonesia Volum:58 Nomor:12 , Desember 2008.

*Penulis merupakan alumni Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Surakarta, Prodi Kedokteran Umum, Peneliti Pusat Studi Peradaban Islam (PSPI) Solo dan kini sedang meneruskan studi Pascasarjana Pemikiran Islam, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Menkes, Kesetaraan Gender dan Kondom

15

Oleh: Henri Shalahuddin, MA

ORANG tidak sehat, kok disuruh ngurus kesehatan! Itulah kesan pertama saya ketika mengomentari gebrakan bagi-bagi kondom ke remaja usia 14-24 tahun. Aksi Menkes ini mengingatkan cerita warga Muslim Melbourne yang berpesan kepada anaknya saat mau menghadiri farewell party di sekolahnya, “Hati-hati, jaga kemaluanmu.” Itulah nasehat orangtua kepada anaknya agar tidak tergelincir pada perzinahan. Sementara pada saat yang sama, seorang guru di sekolahnya juga berpesan pada murid-murid agar berhati-hati dan tidak lupa memakai kondom. Itulah cerita seorang ayah tentang beratnya tantangan menanamkan nilai-nilai agama kepada buah hatinya di negara sekular seperti Australia. Agama selalu dihadapkan langsung dengan sekularisme. Bahkan sekularisme terlalu jauh mencampuri urusan keluarga.

Cerita di atas bukannya tidak mungkin akan menimpa remaja di sekitar kita, bahkan anak-anak kita, na’udzu billah! Sebab seperti yang telah terencanakan, ide gila ini justru dipelopori oleh Menteri Kesehatan yang baru, Nafsiah Mboi. Tentunya gerakan Menkes ini tidak sekedar ingin menyaingi Julia Perez yang menyisipkan kondom dalam album perdananya, tapi seolah-olah ia ingin memperolok-olok Meutia Hatta (Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan saat itu) yang menegur Julia Perez karena dinilai Meutia mempromosikan gaya hidup seks bebas. (http://www.sctv.co.id/infotainment/bagi-bagi-kondom-julia-perez-ditegur_…)

Dalam penjelasannya, Menkes yang baru dilantik ini beralasan bahwa kampanye kondom ini untuk meningkatkan kesadaran kesehatan reproduksi untuk remaja. Sebab menurutnya, data di lapangan menunjukkan 2,3 juta remaja melakukan aborsi setiap tahunnya. Oleh karena itu dia tidak sependapat dengan Undang-Undang yang melarang pemberian kontrasepsi bagi yang belum menikah.

Menkes juga berdalih bahwa gebrakannya itu sebagai langkah untuk memastikan terjaminnya hak setiap anak yang dikandung sesuai UU Perlindungan Anak. Maka, mempermudah akses remaja untuk mendapatkan kondom diharapkan dapat menekan angka aborsi dan kehamilan yang tak diinginkan. Lucunya dalam menanggapi kekuatiran bahwa pemberian kondom kepada remaja dapat memicu seks bebas, Menkes berpendapat, jika pemahaman remaja mengenai kesehatan reproduksi sudah cukup baik, tidak perlu ada kekhawatiran idenya ini akan memicu seks bebas. (http://www.gatra.com/kesehatan/73-kesehatan/14162-menkes-nafsiah-galakka…)

Pernyataan di atas rancu sekali, sebab bagaimana mungkin bagi-bagi kondom ke remaja tanggung usia 14 tahun tidak berpengaruh langsung kepada promosi seks bebas. Siapa pun tahu kegunaan kondom bukan untuk ngupil. Membagikan kondom kepada remaja tanggung sama saja membagikan parang kepada preman. Tapi kenapa Menkes masih saja mengelak kalau dirinya ingin mempromosikan seks bebas di kalangan remaja? Ataukah ia mempunyai definisi sendiri tentang seks bebas yang selama ini dipahami masyarakat sebagai kegiatan seksual di luar nikah?

Paham Kesetaraan Gender dan Seks Bebas

Penjelasan Menkes di atas menguatkan bagaimana paham kesetaraan gender ketika menyatu dengan kekuasaan dan bisnis. Alasan untuk meningkatkan kesadaran tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja sejatinya telah memperjelas nilai-nilai yang diusung kesetaraan gender. Kesehatan reproduksi dalam ideologi gender bukan sebatas ingin meningkatkan pelayanan persalinan yang sehat, aman dan terjangkau bagi semua kalangan. Tapi lebih ditujukan kepada hak melakukan aborsi dan seks bebas dengan mempermudah akses mendapatkan alat-alat kontrasepsi seperti kondom. Dalam paham ini, masalah pengaturan kehamilan adalah hak perempuan yang tidak boleh dikurangi sedikit pun. Maka kebijakan Menkes hanya memastikan tidak terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan perempuan. Sebab doktrin kesetaraan gender mengajarkan bahwa perempuan berhak untuk memiliki dan mengelola tubuhnya sendiri tanpa adanya intervensi dari agama dan negara.

Lebih lanjut, indikasi adanya kampanye syahwat merdeka terlihat jelas melalui program penyasaran bagi-bagi kondom kepada remaja tanggung dan ketidaksetujuan Menkes dengan UU yang melarang pemberian kontrasepsi bagi yang belum menikah. Begitulah jika paham kesetaraan gender menempati kekuasaan. Ia hanya melahirkan kebijakan berbasis gender. Mereka tidak lagi memperdulikan suara rakyat yang mengongkosi jalannya roda pemerintahan. Karena memang dalam demokrasi bar-bar, rakyat bebas bersuara dan pemerintah juga bebas untuk tidak mendengarkan suara rakyat. Namun apakah gebrakan ini menjamin untuk mengerem laju penularan AIDS/HIV? Bagaimana dengan kaum pria dengan usia 24 tahun keatas? Kenapa objek kampanye ditujukan kepada remaja yang baru puber? Dan kenapa harus pria bukan wanita yang dijadikan sasaran kampanye?

Penutup

Apa yang diprogramkan Menkes, sejatinya merupakan gerakan yang sangat parsial dalam menanggulangi problem besar tentang dekadensi moral generasi muda. Bahkan dalam tataran parsial pun, keberhasilan program ini masih dipertanyakan. Sementara dampak pastinya yang mendorong kehidupan seks bebas di kalangan remaja tanggung tidak diragukan lagi. Terlepas dari berhasil tidaknya gebrakan Menkes baru ini, yang jelas pola pikir yang dianutnya sangat liberal-sekular. Sebab yang ditanganinya hanyalah salah satu dampak seks bebas yang hanya terfokus pada penyakit fisik-empirik. Sementara kesehatan mental dan moral tidak menjadi prioritas sama sekali.

Jelas hal ini merupakan tragedi di negara yang berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa dan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Bukankah dalam kitab suci agama yang dianut Menkes ini disebutkan: “Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!” (Mark 10:19).

Maka akan lebih baik jika Menkes bekerjasama dengan Menag untuk mengintensifkan pendidikan kesehatan reproduksi berbasis agama di lingkungan sekolah. Sebab saya yakin bahwa keberadaan Menkes bukan sebagai makelar kondom dan alat-alat kontrasepsi lainnya. Maka persepsikanlah sosok Menkes sebagai pribadi yang paling perduli dengan segala bentuk kesehatan, baik fisik, mental maupun spiritual. Wallahu a’lam bi l-shawab.

Penulis adalah Peniliti INSISTS bidang Gender

Rep:

Administrator

Mendidik Tanpa Emansipasi

0

(REFLEKSI PERJUANGAN RAHMAH EL-YUNUSIYYAH DALAM PENDIDIKAN)

Oleh: Sarah Larasati Mantovani

ABSTRAK

Sejak awal,Islam tidak melarang perempuan untuk berilmu dan berpendidikan tinggi, asalkan ia tidak melupakan kewajibannya sebagai perempuan, seperti Rahmah El-Yunusiyyah yang mendirikan perguruan Diniyyah Puteri School Padang Panjang. Sebagai perempuan, Rahmah sangat tahu dan memahami posisi kaumnya saat itu yang masih sulit mendapatkan ilmu pengetahuan dan akses pendidikan. Namun, ia tidak pernah putus asa, ia berusaha memahamkan masyarakat saat itu dengan membangun sekolah khusus perempuan. Ia juga ingin menunjukkan pada masyarakat di daerahnya bahwa pendidikan mempunyai arti yang sangat penting bagi perempuan. Ia menyadari benar, mendidik seorang perempuan seperti mendidik sebuah keluarga, terlebih perempuan akan menjadi seorang ibu bagi anak-anaknya kelak. Membangun sekolah khusus perempuan bukan berarti Rahmah ingin ada persamaan hak dalam segala bidang, seperti yang dilakukan pejuang emansipasi.Karena itu, Rahmah tetap memasukkan pendidikan keperempuanan dalam kurikulum sekolahnya, seperti kerumahtanggaan dan menjahit. Seorang pendidik juga bukan hanya sekadar mengajarkan teori, melainkania harus mampu mendidik anak didiknya agar menjadi orang yang beriman dan bertakwa. Sebagai pendidik dan pengajar, Rahmah mampu menjadikan dirinya sebagai telada.Ia juga mampu memadukan pendidikan keperempuanan dengan pendidikan formal dan memadukan ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum. Inilah yang disebut dengan mendidik tanpa emansipasi, yaitu mendidikperempuan agar tetap pada fitrahnya, pada jalur yang semestinya.

Kata Kunci: Pendidikan, Perempuan, Emansipasi

 

ABSTRACT

Since the beginning, Islam has never prohibited a woman to be knowledgeable and high educated. As long as, she does not forget her duties as a woman, such as Rahmah El-Yunusiyyah who has founded the college of Diniyyah Puteri School Padang Panjang. As a woman, Rahmah really knew and understood the position of her people in west Sumatra while it was still difficult to obtain knowledge and access to education because of the indigenous ban. However, she is never give up, she tried to make the society at that time understand by building a school for girls. She also wanted to show people surrounded her that education had a very important meaning for women. She truly realized that educating a woman was like educating a family, moreover a woman would become a mother for her children someday. Building a school for girls does not mean Rahmah wants equal rights in all fields like fighters emancipation did. Therefore, Rahmah keeps including womanhood education in her school curriculum, such as domesticity and sewing. An educator should not only teach the theory, but also he or she should be able to educate their students to be faithful and pious people. As an educator and a teacher, Rahmah is able to make herself a role model, she is also able to combine feminity (womanhood) with formal education and integrate religious sciences with general sciences. This is called educating without emancipation – educating women to remain in their nature, the track.

 

Keywords: Education, Woman, Emancipation

 

PENDAHULUAN

  1. A.    Latar Belakang

Sejak awal,Islam tidak melarang perempuan untuk berilmu dan berpendidikan tinggi, asalkan ia tidak melupakan fitrahnya sebagai perempuan. Seperti yang dilakukanRahmah El-Yunusiyyah, ia tidak segan menimba ilmu pada para ulama Minangkabau saat itu.Bahkan menurut Hamka, Rahmahlah pelopor perempuan belajar agama.

Rahmah menyadari pendidikan sangat penting artinya bagi perempuan. Terlebih, saat itu masih banyak perempuan di daerahnya yang belum mendapatkan pendidikan seperti yang ia rasakan. Atas dasar inilah, ia mendirikan sekolah khusus perempuan dengan model pesantren. Tidak lupa, ia memasukkan pendidikan keperempuanan dalam kurikulum sekolahnya agar perempuan tidak melupakan hak dan kewajibannya.

Kontribusi dan perjuangan Rahmah yang begitu besar puntidak lepas dari sorotan para feminis.Oleh mereka, ia diklaim sebagai tokoh emansipasi, salah satunya seperti dalam sebuah jurnal yang diterbitkan institusi agama Islam negeri di Jawa Tengah,ia digambarkan sebagai sosok wanita yang prokesetaraan gender, padahal Rahmah tidak seperti demikian. Sebagaimana ini terlihat pada 1 Februari 1937, ia mendirikan Kulliyatul Mu’allimat El-Islamiyah (KMI), sekolah yang didirikan untuk mempersiapkan  guru agama wanita karena menurut Rahmah, guru adalah pekerjaan yang sesuai dengan kodrat wanita.

 

PEMBAHASAN

  1. A.    Sekilas Tentang Rahmah El-Yunusiyyah

Rahmah lahir di Padang Panjang, 29 Desember 1900.Ia merupakan bungsu dari lima bersaudara.Rahmah dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang kuat adat dan agama. Walaupun adat sangat kuat, keluarganya tidak mempertentangkan antara adat dan agama. Jika terdapat pertentangan antara adat dan agama maka aturan agama yang mereka utamakan.Karena begitu kuatnya pengaruh agama dalam lingkungan keluarganya, Rahmah tidak disekolahkan di luar lingkungan rumahnya.

Di Surau Jembatan Besi, Rahmah dan ketiga temannya (Rasuna Said, Nanisah,dan Djawana Basjir) belajar fikih, tasawuf, bahasa Arab, ilmu falak, sejarah Islam, tauhid dan tafsir al-Qur’an. Pada Syaikh Abdul Karim Amrullah juga Rahmah memperdalam masalah agama dan perempuan secara privat di rumahnya di Gatangan.

Bersama dengan kakak perempuannya, Rahmah mendirikan Diniyyah Puteri.Murid-murid pertamanya saat itu berjumlah 71 orang yang mayoritas terdiri dari ibu-ibu rumah tangga muda, dengan pelajaran diberikan setiap hari selama tiga jam di sebuah Masjid Pasar Usang, Padang Panjang, dengan sistem halaqah.Dalam perkembangannya, sekolah ini menjadi pesantren dan hanya menerima murid perempuan yang belum menikah.

Rahmah mendirikan Diniyyah Puteri karena selain ingin memajukan pendidikan perempuan, khususnya pendidikan agama.Ia melihat banyak masalah hukum Islam yang berkaitan dengan perempuan tidak dibahas mendalam oleh guru-guru di daerahnya. Menurutnya, segala hal yang berkaitan dengan perempuan perlu dikaji agar perempuan tahu akan hak dan kewajibannya.

Tidak hanyaDiniyyah Puteri, Rahmah juga mendirikan lembaga pendidikan Menyesal School untuk kaum Ibu yang belum bisa baca-tulis, kemudianFreubel School (taman kanak-kanak), Junior School (setingkat HIS), Diniyah School Puteri 7 tahun secara berjenjang dari tingkat Ibtidaiyah (4 tahun), dan Tsanawiyah (3 tahun).

 

  1. B.     Mendidik Dengan Metode 3M

Selain mempelajari ilmu-ilmu agama, Rahmahmempelajari ilmu-ilmu lain yang berguna untuk diajarkan pada murid-murid perempuannya kelak, seperti ilmu kesehatan dan kebidanan yang kemudian menjadikannya sebagai seorang bidan,juga olahraga seperti senam dan renang.

Karena bagi Rahmah, guru tidak hanya dipersiapkan menguasai satu bidang ilmu saja, tetapi juga harus menguasai ilmu-ilmu yang lain.Maka,oleh Prof. Wan Mohd Nor Wan Daudinilah yang disebut dengan tradisi keilmuan Islam. Tradisi keilmuan dalam Islam tidak mengenal sifat spesialisasi buta. Ilmuwan-ilmuwan Islam dulu dikenal luas memiliki penguasaan di berbagai bidang ilmu.

Kemudian saat Rahmah menjadi guru, ia tidak hanya sekadar membagi atau mengajarkan ilmu yang sudah ia pelajari dan pahami pada murid-muridnya, namun lebih dari itu. Kunci mendidik Rahmah terletak pada 3M, yaitu mendidik denganketeladanan, mendidik bukan hanya mengajar, dan mendidik tanpa emansipasi, yang akan dijelaskan pada poin-poin berikut:

  1. Mendidik Dengan Keteladanan

Sebelum maupun sesudah menjadi guru, Rahmah telah banyak memberikan keteladanan, tidak hanya pada anak-anak didiknya, namun juga masyarakat sekitar.Iabanyak memberikan keteladanan melalui kepribadian dan perjuangannya melawan penjajah Belanda.

Salah satunya keteladanan itu adalah kedisiplinan.Ia selalu memberi contoh pada murid-muridnya bagaimana disiplin itu harus dijalankan dan dipatuhi, seperti jadwal kegiatan sejak bangun tidur pukul 05.00 pagi sampai tidur kembali pukul 22.30.

Kemudian,saat Rahmah harus ditahan oleh Belanda karena menentang kebijakan Belanda yang melarang memasukkan kurikulum Islam ke dalam sekolah dan harus menerapkan pendidikan secara sipil.Kepribadiannya yang sabar dan pantang menyerah juga ia buktikan saat sekolah yang baru tiga tahun didirikannya runtuh oleh gempa pada 1926, beliau tidak putus asa dan bangkit kembali mencari dana bantuan bersama pamannya hingga ke Selat Malaka.

Menurut Mohammad Natsir yang pernah dekat dengan Rahmah, Rahmah tidak mempunyai sifat buruk sangka kepada orang lain. Dalam dirinya tidak terdapat sifat ananiyah, yaitu sifat egois yang mementingkan diri sendiri.Selain itu, ia mempunyai kepribadian yang sederhana, lemah lembut, dan tawadhu.

  1. Mendidik Bukan Hanya Mengajar

Menurut Rahmah, guru bukan hanya sebagai pengajar, namun ia juga merupakan seorang pendidik. Fauziah Fauzan, cicit Rahmah yang kini Pimpinan Diniyyah Puteri School pernah menyampaikan,

guru adalah pengajar dan pendidik. Oleh karenanya, guru hendaklah mampu melaksanakan kedua fungsi tersebut dengan seimbang dan optimal dalam menyiapkan generasi.

Sebagai pendidik, Rahmah ingin menunjukkan bahwa mendidik bukan hanya mengajarkan teori, melainkan lebih dari itu.Seorang pendidik harus mampu mendidik anak didiknya agar menjadi orang beriman dan bertakwa.

 

  1. Mendidik Tanpa Emansipasi

Meski menolak pembatasan mencari ilmu bagi perempuan,Rahmah tidak menyetujui emansipasi seperti yang digaungkan oleh feminis.Rahmah ingin perempuan tetap pada fitrahnya dan anak didiknya menjadi ibu yang baik untuk anak-anaknya kelak.Karena itu,  ia tetap memasukkan pendidikan rumah tangga, seperti menjahit, memasak, dan keterampilan rumah tangga lainnya ke dalam kurikulum sekolahnya.

Ini terlihat saat materi kurikulum sekolahnya sarat dengan berbagai mata pelajaran (sehingga jumlah pelajaran dalam satu minggu mencapai 45 jam). Mengingat pentingnya pelajaran keterampilan dan kerumahtanggaan maka pelajaran tersebut oleh Rahmah diberikan pada sore harinya.

Karena menurut Rahmah, masyarakat bisa baik bila rumah tangga dari masyarakat tersebut juga baik karena rumah tangga adalah tiang masyarakat dan masyarakat adalah tiang negara sebagaimana yang diajarkan oleh agama Islam.Ia menginginkan setiap wanita menjadi ibu yang baik dalam rumah tangganya, masyarakat, dan sekolah. Menurut Rahmah, hal ini hanya dapat dicapai melalui pendidikan.

 

  1. C.    Konsep Pendidikan Adab Rahmah

Berdasarkan tujuan pendirian Diniyyah Puteri yang ingin membentuk putri  berjiwa Islam dan ibu pendidik yang cakap dan aktif serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan Tanah Air  atas dasar pengabdian kepada Allah SWT.

Maka,Rahmah jugamemasukkan pelajaran Adab dalam kurikulum sekolahnya, hal ini terlihat pada1928, dimana kelas satu hingga kelas enam Ibtidaiyah (sekolah dasar) mendapatkan pelajaran Adab.

Pelajaran Adab merupakan pelajaran yang sangat penting untuk diajarkan.Imam Abu Hamid Al-Ghazali menafsirkan adab sebagai pendidikan diri jasmani dan rohani (ta’dib al-zahir wa’l batin) yang meliputi empat perkara: perkataan, perbuatan, akidah,dan niat seseorang. Maka, proses untuk melahirkan insan mulia ini dikatakan ta’dib atau pendidikan dalam Islam.

Menurut sarjana-sarjana terdahulu, kandungan ta’dib adalah akhlak.Hal ini kemudian dikonfirmasikan oleh hadis Nabi yang menyatakan bahwa misinya adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Ta’dib merupakan istilah yang paling tepat untuk menggambarkan proses pendidikan yang sebenarnya karena ia memasukkan empat ciri penting pendidikan:

  1. 1.      Proses penyempurnaan insan secara berperingkat (al-tarbiyah).
  2. 2.      Pengajaran dan pembelajaran (al-ta’lim wa’l ta’allum), yaitu bertumpu pada aspek kognitif, kecerdasan, dan akidah seorang murid.
  3. 3.      Disiplin diri (riyadah al-nafs) yang meliputi jasad, ruh, dan akal.
  4. 4.      Proses penyucian dan pemurnian akhlak (tahdhib al-akhlaq).

Mengingat pentingnya pelajaran Adab ini maka pada 1933, kelas satu hingga kelas tiga Tsanawiyah (sekolah mengenah pertama) juga mendapat pelajaransama.

 

SIMPULAN

Pada saat kurikulum studi gender masih diterapkan di beberapa perguruan tinggi, salah satunya perguruan tinggi Islam negeri, Rahmah dengan sekolah yang didirikannya mempu mengintegrasikan, menyatukan, dan menerapkan pendidikan umum, pendidikan agama, serta pendidikan keperempuanan dalam satu kurikulum dan sistem pesantren. Sehingga, bisa disimpulkan, Diniyyah Puterilah pelopor integrasi tiga pendidikan tersebut.

Sebagai seorang guru, Rahmah mendidik para muridnya dengan akhlak yang bisa dijadikan teladan, seperti kesabaran, kejujuran, kedisiplinan, ketekunan, kesederhanaan, dan sikap optimistis.Keteladanan akhlak inilah yang hilang dari banyak guru saat ini.

Kemudian,Rahmah juga mampu mendidik tanpa emansipasi,tanpa menuntut kesetaraan gender bagi perempuan dalam segala bidang kehidupan.Ia merasa perlu mendidik tanpa emansipasi karena menyadari pentingnya peran perempuan sebagai madrasah pertama untuk anak-anaknya kelak.

Selain itu, apa yang dilakukan Rahmah El-Yunusiyyah sejalan dengan keinginanmantan Rektor Unissula Semarang, M. Rofiq Anwar, yaitu ingin melahirkan anak-anak dididiknya menjadi generasi khairu ummah, yaitu generasi yang berpotensi memimpin dunia untuk kerahmatan. Ciri-ciri khairuummah adalah mereka selalu mengajak kepada iman dan senantiasa mengembalikan manusia kepada iman.

 

PUSTAKA RUJUKAN

BUKU

Burhanuddin, Jajat dan Fathurrahman, Oman. 2004. Tentang Perempuan Islam: Wacana danGerakan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Djaja, Tamar. 1980. Rohana Kudus Srikandi Indonesia : Riwayat Hidup dan Perjuangannya,Penerbit Mutiara, Jakarta.

Hamka.Ayahku. 1967. Penerbit Djajamurni, Jakarta.

Husaini, Adian. 2012. Pendidikan Islam: Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab,Cakrawala Publishing, Jakarta.

M. Kamaluddin, Laode. 2010. On Islamic Civilization : Menyalakan Kembali LenteraPeradaban Islam yang Sempat Padam, Unissula Press dan penerbit Republikata Tangerang, Semarang.

Noer, Deliar. 1982. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Pustaka LP3ESIndonesia, Jakarta.

Rasyad, Aminuddin. 1982.Disertasi Perguruan Diniyyah Puteri Padangpanjang : 1923-1978, Suatu Studi Mengenai Perkembangan Sistem Pendidikan Agama, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta.

Sugihastuti, Sastriyani, Siti Hariti. 2007. Glossarium Seks dan Gender, Caravasti Books,Yogyakarta.

Mohd Wan Daud, Wan. 2009. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M.Naquib AlAttas, Mizan, Bandung.

Yunus, Mahmud.1960. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Mutiara Sumber Widya,Jakarta.

Zaidi, Ismail, Mohammad dan Suhaimi, Wan Abdullah Wan. 2012. Adab dan Peradaban:Karya Peng’itirafan Untuk Syed Muhammad Naquib Al-Attas, MPH Publishing, Malaysia.

 

JURNAL

Wahyuni, Devi. 2009. “Kebijakan Kepemimpinan Perempuan Dalam Pendidikan Islam(Refleksi Atas Kepemimpinan Rky Rahmah El Yunusiyah Sebagai Syaikhah Pertama di Indonesia)” dalam Jurnal Sawwa No. 2 Vol. III, tahun 2009.

Kewajiban Orang Tua Menuntut Ilmu

0

tholabul-ilmi1

Oleh :Dr. Wendi Zarman

 

Orang tua yang baik adalah mereka yang peduli dengan pendidikan anaknya. Mereka senantiasa mengingatkan anaknya untuk serius dalam menuntut ilmu, baik di dalam pengertian formal maupun nonformal. Kalau anaknya terlihat malas atau kurang bersemangat, mereka tidak jemu-jemu mengingatkan, kalau perlu dengan paksaan bahkan pemberian sanksi. Demi pendidikan terbaik bagi anaknya, mereka bersedia menyediakan biaya berapapun meski harus berutang ke sana ke mari. Pendeknya, semua upaya akanmereka lakukan agar anaknya bisa lebih baik daripada mereka sendiri.

Menyediakan pendidikan terbaik bagi anak sebagai kewajiban setiap orangtua mungkin bukan sesuatu yang asing bagi para orang tua zaman dulu dan sekarang. Namun, ada hal yang penting yang kini justru terlupakan, yaitu menyediakan pendidikan untuk dirinya sendiri. Padahal, al-Qur’an telah mengingatkan, “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (At Tahrim : 6). Di situ jelas disebutkan bahwa yang dijaga dari api neraka bukan hanya keluarga, tetapi yang tidak kalah penting adalah diri sendiri. Artinya, orang tua seyogianya tidak hanya peduli dengan pendidikan bagi putra-putrinya, tetapi juga bagi dirinya sendiri.

Sayangnya, pada masakini keinginan untuk menuntut ilmu di kalangan orang tua semakin memudar disebabkan semakin sibuknya mereka dengan urusan keduniawian. Di kota-kota besar, dewasa ini sudah bukan hal aneh lagi bila seorang ayah yang menghabiskan waktunya dari pagi hingga malam hanya untuk urusan pekerjaan. Demikian juga, kaum ibu, baik golongan wanita karier atau ibu rumah tangga juga tidak kalah sibuk dengan aneka urusan. Banyak yang merasa bahwa urusan mereka sudah terlalu banyak sehingga mereka tidak punya waktu menuntut ilmu. Atau, mungkin banyak diantara mereka yang merasa jemu setelah puluhan tahun menuntut ilmu.

Padahal, Nabi SAW telah bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim.” Dan, kewajiban itu bukan saja ketika kanak-kanak, melainkan sepanjang usia. Di dalam Islam, menuntut ilmu adalah pekerjaan seumur hidup, bahkan termasuk bagi mereka yang sudah sudah bertitel doktor dan profesor. Sebab, ilmu ibarat makanan dan minuman bagi jiwa. Sebagaimana tubuh yang melemah bahkan mati ketika tidak memperoleh makanan, demikian pula jiwa pun akan merana bahkan mati ketika tidak mendapat asupan ilmu.

Para ulama menjelaskan bahwa ilmu yang dimaksud dalam hadits di atas bukanlah sembarang ilmu, melainkan ilmu agama. Mengapa ilmu agama? Sebab, ilmu agamalah yang dapat menghidupkan jiwa sehingga memberikan kebahahagiaan bagi pemiliknya. Seseorang boleh menjadi profesor dalam bidang hukum, sains, atau ekonomi, tapi bila tidak ada ilmu agama dia tidak akan sampai pada kebahagiaan hakiki karena kebaikan itu muncul karena pemahaman agama sebagaimana sabda Nabi SAW, “Barangsiapa yang dikehendaki Allah kebaikan bagi dirinya, Dia pahamkan baginya ilmu agama,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Bila agama dipahami, insya Allah hidup seseorang akanselamat, baik dunia terutama lagi akhirat. Sebab, dia tahu ke mana tujuan hidupnya, yaitu menuju ridha Allah dan bukan menuju murka-Nya. Dengan memahami agamja, ‘gas’, ‘rem’, dan ‘alarm peringatan’ jiwa berfungsi baik sehingga langkah kakinya dijamin di atas jalan yang lurus. Kalaupun terperosok pada perbuatan dosa maka dosa itu tidak sampai menenggelamkannya karena ilmu agama menolongnya untuk cepat sadar dan segera bertaubat. Sebaliknya, jika ilmu agama tidak ada, logika hidup mungkin akan terjungkir balik. Boleh jadi yang salah akan dipandang benar sedangkan yang benar dituding salah. Bukan tidak mungkin yang tercela dibela sedangkan yang terpuji diingkari.

Memahami Fardhu ‘ain dan Fardhu Kifayah

Di dalam Islam kedudukan setiap ilmu itu tidaklah sama, tetapi bertingkat-tingkat. Ada ilmu yang bermanfaat, ada yang tidak tidak bermanfaat, dan ada juga yang mudharat, sebagaimana diisyaratkan oleh salah satu doa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, “Ya Allah, aku memohon kepada Engkau ilmu yang bermanfaat.” Di dalam doa lainnya beliau mengajarkan, “Ya Allah, aku berlindung kepada Engkau dari ilmu yang tidak bermanfaat…” Oleh karena itu, langkah pertama bagi setiap Muslim yang hendak mempelajari suatu ilmu adalah mengenali manfaat dari ilmu tersebut bagi dirinya.

Semua ilmu agama—ilmu yang dasarnya adalah wahyu Allah—pada dasarnya merupakan ilmu yang bermanfaat karena memang diturunkan untuk membimbing manusia. Idealnya, setiap Muslim diharapkan bisa mempelajari ilmu agama secara sempurna. Namun, usia manusia sangat terbatas sementara ilmu agama itu teramat luas sehingga tidak mungkin bagi setiap orang bisa mempelajarinya semuanya. Apalagi, tidak seluruh waktu bisa digunakan untuk belajar, mengingat manusia pun disibukkan dengan urusan-urusan lain.

Sebagaimana dinyatakan oleh al-Qur’an (al-Baqarah : 286), Allah tidak membebani manusia dengan sesuatu yang berada di luar kemampuannya.

لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ

Maka dari itu, tidak semua ilmu agama perlu dipelajari, namun perlu ada prioritas. Itu sebabnya ulama sejak dulu menegaskan bahwa ilmu dilihat dari kewajiban untuk mempelajarinya terbagi dalam dua kelompok, yaitu ilmu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Ilmu fardhu’ain adalah ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap insan agar ia dapat menunaikan kewajibannya sebagai hamba Allah dan menjaganya agar tidak jatuh ke dalam dosa. Sifat dasar ilmu ini adalah diperlukan saat ini (segera) oleh karena itu dia mesti didahulukan. Misalnya, seorang yang sudah baligh wajib melaksanakan shalat lima waktu maka ilmu seputar shalat yang membuatnya dapat menjalankan kewajiban ini harus didahulukan ketimbang ilmu mengenai tata cara ibadah haji.

Adapun ilmu fardhu kifayah adalah ilmu yang wajib dipelajari oleh sebagian orang dalam suatu kelompok masyarakat demi kemaslahatan mereka secara umum. Jika tidak, semua orang dalam masyarakat tersebut berdosa di hadapan Allah. Ilmu ini meliputi ilmu agama (berdasar wahyu) dan ilmu nonagama (berdasar pada penyelidikan manusia saja). Dalam hal ilmu agama, misalnya, di dalam suatu masyarakat tidak setiap orang harus menjadi pakar ilmu tafsir al-Qur’an, namun harus ada di antara mereka yang menguasainya agar dapat menjelaskan makna dari ayat-ayat al-Qur’an kepada masyarakat. Demikian jugadalam konteks ilmu nonagama, misalnya, harus ada yang menguasai ilmu kedokteran meski tidak setiap orang wajib menjadi dokter.

Ilmu Fardhu ‘ain untuk Orang Tua Masa Sekarang

Terkait kewajiban orang tua menuntut ilmu maka sekarang yang menjadi pertanyaan adalah ilmu fardhu ‘ain apa yang wajib dipelajari oleh orangtua masa sekarang? Perlu dipahami bahwa ilmu fardhu‘ain itu tidaklah tetap, tetapi terus berkembang sesuai dengan perkembangan individu dan keadaan lingkungan sekitar yang dialaminya. Sebab, keadaan dan yang berbeda melahirkan kewajiban yang berbeda pula. Dengan demikian, maka kewajiban menuntut ilmu fardhu ‘ain setiap orang akan berbeda-beda pula.

Meski demikian, kewajiban tersebut secara umum dapat kita sederhanakan menjadi lima perkara.Yang pertama adalah ilmu yang berkaitan dengan akidah atau keyakinan-keyakinan pokok seorang Muslim. Sebagaimana diketahui, akidah adalah pilar bagi kehidupan seorang Muslim sehingga penyimpangan akidah akan berakibat rusaknya seluruh amal bahkan dapat membuat seseorang menjadi kafir.  Itu sebabnya program dakwah pada tahun-tahun pertama kenabian Muhammad SAW dititikberatkan untuk membenahi masalah ini.

Perlu disadari bahwa tantangan akidah saat sekarang tidak sama dengan yang terjadi, katakanlah, 50 atau 100 tahun yang lalu. Jika pembahasan akidah pada masa lalu biasanya seputar rukun iman, tauhidullah, syahadatain, atau hal ihwal kemusyrikanmaka pada masa sekarang perlu diperluas berkenaan dengan kemunculan pemikiran sekuler dan liberal yang disebarluaskan oleh para orientalis Barat. Hal ini patut mendapat perhatian serius mengingat pemikiran ini sudah semakin banyak merasuki umat Islam dan berhasil menyimpangkan keyakinan banyak Muslim dari akidah yang benar, baik disadari maupun tidak.

Sebagai contoh, dulu hampir tidak ada umat Islam meragukan al-Qur’an sebagai wahyu Allah semata tanpa ada sedikitpun campur tangan pihak lain. Tapi, kini para orientalis Barat menyebarkan keraguan bahwa al-Qur’an bukanlah sepenuhnya kalamullah karena di dalamnya ada pemikiran Nabi Muhammad SAW. Selain itu mereka juga menuduh bahwa kandungan al-Qur’an sudah tercemar oleh kepentingan politik suku Quraisy saat al-Qur’an dikumpulkan menjadi kitab yang utuh (Lihat M.M. al-A’zami, Sejarah Teks al-Qur’an : dari Wahyu Sampai Kompilasinya, 2005).

Contoh lainnya adalah merebaknya penyebaran paham pluralisme agama yang sering disalahpahmi dengan sekadar masalah toleransi antara umat beragama. Padahal, pluralisme agama adalah paham yang memandang semua agama sama baik dan benarnya sehingga seseorang tidak berhak mengklaim agamanya sebagai satu-satunya kebenaran (truth claim) (Lihat Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama, 2005). Tentu hal ini bertentangan dengan pernyataan al-Qur’an yang mengatakan bahwa agama yang diridhai Allah hanyalah Islam. Yang lebih menyedihkan lagi adalah gagasan semacam ini tidak saja disebarluaskan oleh orientalis Barat tapi juga para intelektual Muslim sendiri. Oleh karena itu, persoalan ini perlu dibahas dalam kajian akidah.

Yang kedua adalah ilmu yang berkaitan dengan praktik ibadah, khususnya ibadah yang wajib. Misalnya, bersuci dan shalat. Ilmu seputar ibadah ini seringkali disepelekan karena telah rutin diamalkan suetiap hari selama bertahun-tahun. Karena sudah menjadi rutinitas harian, maka kebanyakan orang merasa sudah menguasai ilmunya dengan baik. Padahal, boleh jadi dalam pelaksanaan ibadah ini kita melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak disadari sehingga mempelajari ilmu ini kembali menjadi sangat penting untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan tersebut. Bayangkan, jika seseorang melakukan kekeliruan dalam ibadahnya selama bertahun-tahun, bahkan bila sampai dia wafat belum juga memperbaikinya, tentunya hal itu akan meringankankan timbangan amalnya di akhirat kelak. Selain itu pembahasan fikih ibadah berfungsi untuk menguatkan motivasi dan semakin menyempurnakan ibadah tersebut. Misalnya, melalui pembahasan mengenai keutamaan shalat jamaah diharapkan dapat menguatkan motivasi shalat berjamah.

Yang ketiga adalah ilmu yang terkait muamalah. Ini adalah ilmu yang berkaitan dengan interaksi antara seseorang dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Ilmu ini meliputi pembahasan mengenai akhlak-akhlak yang terpuji dan tercela secara umum, seperti jujur, menghormati orang tua dan guru, menunaikan amanah, menyebarkan salam, tolong menolong, dan lain sebagainya. Selain itu ilmu ini juga meliputi perkara-perkara yang terkait dengan peran dan kedudukan seseorang. Misalnya, seorang pedagang haruslah mengerti cara-cara berdagang yang diridhai oleh Islam, seperti menghindari riba, tidak berlebihan dalam menawarkan dagangannya, tidak mengurangi timbangan, dan lain sebagainya. Atau,seorang pejabat pemerintah haruslah mengetahui kewajiban serta akhlak seorang pemimpin seperti hukum Islam mengenai meminta jabatan, melakukan suap, berbohong kepada masyarakat, memamerkan kebaikan-kebaikannya untuk menarik simpati pemilih, dan lain sebagainya. Seorang yang telah menikah mesti mengetahui apa hak dan kewajiban suami atas istri serta kewajiban seputar pendidikan anak, dan seterusnya.

Yang keempat adalah ilmu seputar halal, haram, serta syubhat. Seorang Muslim sudah semestinya mengetahui apa status segala sesuatu yang dimakan, dipakai, atau diperbuatnya. Namun, di zaman modern seperti sekarang banyak sekali perkara-perkara baru sehingga sulit bagi seseorang mendeteksi apakah merupakan hal yang haram atau bukan. Dalam hal makanan misalnya, kebanyakan Muslim mafhum bahwa memakan daging babi atau miminum khamr merupakan perbuatan haram. Tapi, tidak banyak yang memahami bagaimana status hukum kue yang mengandung rum atau makanan di restoran-restoran asing yang belum mendapat sertifikasi halalatau obat kapsul yang disinyalir masih banyak yang menggunakan gelatin babi. Dalam hal keuangan dan perbankanbanyak umat Islam yang masih merasa nyaman dengan transaksi nonsyariah, padahal telah ada pilihan yang lebih baik (halal) meskipun masih terdapat sejumlah kekurangan. Semua ini karena kurangnya pengetahuan tentang halal, haram, dan syubhat.

Yang kelima, adalah ilmu yang terkait dengan amalan batin. Hal ini karena kebaikan di dalam Islam senantiasa memiliki dua dimensi yang tidak terpisahkan, yaitu dimensi lahiriah dan batiniah. Setiap kebaikan lahiriah belum dinilai sebagai kebaikan jika tidak diikuti oleh amalan batin yang baik juga. Karenanyaorangtua Muslim hendaknya mengetahui amalan-amalan batin yang baik, seperti ikhlas, ridha, tawakal, qana’ah, zuhud, khauf (takut), raja’ (harap), syukur, dan sabar, serta cara-cara untuk mengamalkannya. Selain itu ia juga harus mengetahui amalan-amalan batin yang buruk (penyakit hati) seperti syirik, ingkar, hasad, sombong, tamak, ujub, dan nifak, serta cara-cara mengatasinya jika penyakit itu menimpa dirinya. Tidak seperti penyakit jasmani yang mudah mendeteksinya, penyakit batin sering kali tidak dirasakan tanda-tandanya, kecuali oleh orang yang mengetahui karakteristik penyakit hati tersebut.

Apa yang penulis sampaikan sebenarnya tidak khusus bagi para orang tua saja, namun juga umat Islam pada umum. Tapi, kedudukan sebagai orangtua semakin menguatkan kewajiban tersebut sebab sebagaimana dinyatakan surat at-Tahrim di atas, ilmu yang dimiliki oleh seorang ayah atau ibu bukan saja untuk menyelamatkan dirinya pribadi, tetapi juga keluarga atau keturunannya sendiri. Wallahua’lam.

Download e-Book: Kontes Miss World Musibah Bagi Bangsa Indonesia

0

Miss World Musibah Bagi Bangsa Indonesia

Download Ebook

Segala puji bagi Allah Azza wajal, yang senantiasa memberikan karuniaNya berupa nikmat iman dan islam. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan nabi Muhammad saw.

Islam adalah agama yang sempurna. Allah menjamin kesempurnaan agama ini dalam firmanNya. “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah kuridhoi Islam itu sebagai agamamu.” (QS. Al Maidah 3). Allah juga telah menetapkan bahwa hanya islamlah agama yang benar, tiada yang lain. “Sesungguhnya agama (yang haq) di sisi Allah adalah Islam.” (QS. Ali Imron 19)

Kesempurnaan Islam yang telah ditetapkan oleh Allah ini syumul, mencakup seluruh upaya/urusan yang terselenggara di muka bumi ini dari Yang Maha Menyelenggarakan (Al Qadir – Al Muqtadir). Tidak ada sesuatu di dunia ini kecuali Allah azza wajal telah menetapkan hukumnya, menetapkan halal dan haramnya. Seperti yang dijelaskan hadist rasulullaah saw:

Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati “. (Riwayat Bukhori dan Muslim)

Masalah umat Islam semakin hari semakin berkembang. Umat kini bertemu kasus-kasus yang sangat variatif. Perang pemikiran atau yang dikenal dengan ghazwul fikr semakin marak dengan berbagai macam bentuknya. Berkedok fashion(gaya hidup), food(makanan), fun (hiburan), dan lain-lainnya. Tentu dalam setiapnya ini agama telah menentukan perkara-perkara halal, haram dan syubhat-nya. Salah satu pemikiran yang amat berbahaya adalah pemikiran liberal.

Liberalisme sesungguhnya menjadi momok kerusakan tatanan sosial saat ini. Kebebasan berekspresi tanpa batasan agama menjadikan manusia berperilaku liar. Manusia tak lagi arif, segalanya diukur dengan meteri. Untung rugi, bisnis, kapitalisme sehingga menjadikan masyarakat bergaya hidup mewah, konsumtif, hedon. Miss World adalah kontes (syiar paham liberal) yang memfasilitasi semua nilai liberalism tersebut.

Selain menjadikan perempuan sebagai alat untuk mengeruk keuntungan bisnis kelompok tertentu, Miss World telah melanggar banyak hukum baik agama, adat, Pancasila dan UUD 1945, serta dapat merusak moral generasi bangsa. Buku “Miss World Musibah bagi Bangsa Indonesia” sangat bagus memberikan pencerahan dan pemahaman secara lengkap dalam berbagai sudut pandang, baik agama, ideologi, hukum, adat kearifan lokal dan lain-lain. Selain itu buku ini juga berisi tentang dampak-dampak yang ditimbulkan serta memuat informasi penolakan-penolakan dari seluruh elemen masyarakat kita, dan aksi-aksi yang dilakukan untuk membendungnya. Selamat membaca!

Bachtiar Nasir, Lc Sekjen Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia

Download Ebook

14,646FansLike
3,912FollowersFollow
10,162SubscribersSubscribe

Recent Articles

Trending Now